Esai

Bancakan Weton: Warisan Spiritual dalam Kearifan Lokal Jawa

Bancakan Weton: Warisan Spiritual dalam Kearifan Lokal Jawa

Oleh : Indah Kurnia Sari

Dalam kebudayaan Jawa yang sarat makna simbolik dan spiritual, terdapat sebuah tradisi unik yang masih lestari di tengah arus modernisasi yaitu bancakan weton. Tradisi ini merupakan perayaan atau selametan kecil yang dilakukan setiap kali seseorang memperingati hari kelahiran menurut penanggalan Jawa, yaitu weton, hasil kombinasi hari dalam kalender Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) dengan hari pasaran (Senin hingga Minggu). Meskipun sederhana, bancakan weton memiliki nilai filosofis, spiritual, dan sosial yang mendalam.

Secara umum, bancakan weton dilakukan dengan cara menyajikan berbagai makanan tertentu, seperti nasi tumpeng, ingkung ayam, telur,sayur dan jajanan pasar, yang disusun sebagai bentuk syukur atas umur yang diberikan Tuhan. Acara ini biasanya diiringi dengan doa bersama yang dipimpin oleh orang tua, sesepuh, atau tokoh spiritual setempat.

Di Temanggung biasanya digelar didepan rumah bersama tetangga dan disertai doa. Tujuannya adalah memohon keselamatan, kesehatan, dan kelancaran rezeki bagi yang berulang tahun, sekaligus menolak bala atau energi negatif yang mungkin datang pada hari wetonnya.

Tradisi ini bukan sekadar ritual tanpa makna. Bagi masyarakat Jawa, weton dianggap sebagai penanda energi yang memengaruhi nasib dan karakter seseorang. Melalui bancakan, individu dan keluarga menyelaraskan diri dengan siklus alam dan spiritualitas leluhur. Di samping itu, bancakan weton juga menjadi media untuk memperkuat tali silaturahmi antaranggota keluarga serta menanamkan nilai-nilai religius dan budaya kepada generasi muda.

Namun, di tengah kehidupan modern yang serba praktis dan individualistis, bancakan weton mulai kehilangan gaungnya di kalangan anak muda. Banyak yang menganggapnya sebagai praktik kuno yang tak relevan lagi. Padahal, nilai-nilai yang dikandung tradisi ini sangat relevan dengan konteks kehidupan masa kini yaitu bersyukur, refleksi diri, dan menjaga harmoni sosial.

Melestarikan bancakan weton bukan berarti menolak kemajuan zaman, tetapi menjadi bentuk penghormatan terhadap akar budaya dan identitas diri. Tradisi ini bisa terus hidup dan menyesuaikan diri dengan perkembangan, tanpa kehilangan esensinya. Misalnya, dengan mengemas acara bancakan secara sederhana namun bermakna, serta mengedukasi generasi muda tentang filosofi di baliknya.

Akhirnya, bancakan weton bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan cermin dari cara pandang masyarakat Jawa terhadap kehidupan, waktu, dan hubungan manusia dengan semesta. Sebuah warisan budaya yang patut dirawat, dikenalkan, dan dijadikan pijakan dalam kehidupan yang penuh dinamika.

admin
the authoradmin

Tinggalkan Balasan