Cerpen

Cerpen ‘Sepulang dari Surga’

Ilustrasi: Youtube Dunia Mimpi

Oleh Damay Ar-Rahman

Jika engkau menelusuri jalan persimpangan lampu merah, akan kau temui seorang pria tua dengan pakaian lusuh dan berwajah lemah. Ketidakberdayaannya melumpuhkan lampu-lampu gedung pencakar langit di gedung arloji terbesar  kota itu. Cahaya yang berwarna-warni menyoroti tubuh kisutnya dengan pandangan nanar serta penuh pilu. Namun, sejak muda sebelum masa suram ditemuinya, ia adalah pemuda kekar dan tampan yang juga merupakan seorang pengusaha muda dengan investasi bergengsi yang berada di berbagai negara. Jelas saja ia sangat diincar oleh banyak orang selain mencari popularitas bisa menjadi circle, tetapi juga menjadi penjilat. Tapi Han, lelaki itu dipanggil sesuai dengan nama masa kecilnya terus merasa kosong saat melimpahnya  harta yang ia punya. Meski memperjuangkannya dengan tidak mudah, jalan penuh lika-liku dilintasi walau tanpa penyangga untuk menyebrang.  Ibarat daun kering  jatuh dihempas oleh angin yang pamrih dan tak peduli.

Apa yang dirinya cari? Selalu saja pikiran itu terbayang-bayang. Jika bukan itu apa lagi. Sudah semua kenikmatan telah didapati. Semua orang yang mencaci tetiba memuja muji bahkan kekejaman mereka menjadi kasih sayang tanpa banding.

“Tuan Han, maafkan saya dulu yang tidak tahu tentang tuan.” Ucap lelaki tua dengan jas putihnya. Ia pemilik pabrik kretek yang diperkirakan hampir bangkrut akibat ditipu.

“Hah….apa?” Ucapan itu mengegerkan ruang saat Han tidak terasa mengeluarkannya dengan acuh. Dalam hatinya berkata. Mana mungkin pria tua bangka ini tak mengenalinya dulu. Jelas ia datang dengan dua berkas untuk menawarkan produknya agar dibeli. Wajah Han juga tiga tahun lalu dengan sekarang tidak berubah. Hanya saja lebih bersih tanpa komedo dan bopeng di jidatnya. Mustahil Han tak dikenali. Tapi, sudahlah namanya saja sedang butuh. Setelah semua kandas tanpa sisa, dan tak ada menolong  siapapun dapat mengemis sepertinya, meskipun kepada musuh.

“Baik..baik akan aku berikan Tong, asal kau jilad sepatuku.” Pinta Han lalu meletakkan kaki kirinya di atas meja tamu. Tong merasa emosi dengan perlakuan Han, tetapi mau bagaimana lagi, anaknya sedang mengandung  butuh uang untuk melahirkan karena hamil di luar nikah, sedangkan Tong jika tidak melunasi semua hutang maka  akan terancam masuk penjara dan seluruh pabrik akan tutup. Dengan merasa hina dan terpaksa, sambil menutup mata Tong menjilat sepatu kilat Han. Han tersenyum puas dan mengambil surat di atas meja langsung menandatanganinya. Han pergi sambil bertepuk tangan dan Tong menanam dendam.

Sepulang dari Jerman, Han semakin bingung dengan Lima koper berisi dolar dihadapannya.

“Ini apa?” Tanyanya kaku. Matanya terus memantau luar jendela yang berembun karena hujan deras. Semakin lama semakin dalam perasaannya. Bukan kebahagiaan tetapi pencarian. Entah apa lagi, Han juga tidak paham. Tiba-tiba sosok tak kasat  mata melintas pesat. Han masih dengan jantung berdebar-debar berusaha tenang. Lagi-lagi sosok itu terlihat, namun kali ini bayangan itu semakin besar lalu memanggilnya dan membuat kepala Han sakit seperti akan pecah. Sosok itu menampakkan diri. Anggun dan indah. Itu Luna, gadis masa lalu yang setia. Pergi karena kebodohannya. Saat ia tak berada di samping istrinya yang akan melahirkan, harus nyaris keguguran karena di rumah sendirian. Peristiwa itu terjadi pada tengah malam. Bagaimana bisa Han lupa jika istrinya sedang mengandung. Ia malah bersenang-senang dengan judi di kota berdosa Las Vegas.

“Cepatlah Kembali.” Ucapnya sebelum Han berangkat.

Pria itu tersenyum sambil memulas pipi istrinya. Mengingat kejadian memekikkan tersebut lebih menderita daripada dihantam halilintar.  Namun, waktu tak bisa mentoleransi segala kondisi. Maka, itulah pertemuan terakhir dengan Luna dan calon bayi laki-laki. Apakah Han menyesal? Jangan ditanya, ia menjadi lebih kejam pada orang-orang sekitar dan depresi bahkan sampai tujuh tahun kemudian. Itukan sudah lama. Tidak bagi pecinta sejati seperti Han. Luna adalah urat nadinya. Senyuman gadis itu adalah penyempurna duka lara. Kini siapa yang akan menghiasi hari-hari. Mabuk dan berjudi adalah cara ampuh. Bermain wanita, sudah ditinggalkan semenjak menikah. Ia lebih hobi merusak diri. Sosok Luna yang bersinar menyadarkan Han akan sesuatu. Ia akan siap menerima segala kesengsaraan untuk bisa bertemu Luna di surga.

“Aku senang kau kembali Luna.” Han terbaring dipangkuan seorang gadis jelita dengan kerudungnya berwarna merah muda.

“Kau tak perlu takut Han. Pergilah dari semua kejahatan dunia ini. Aku ingin kita bersama seperti dulu.” Han tersenyum lebar mendengar ungkapan cinta sejatinya, ia akhirnya pergi meninggalkan semua luka. Menghilang dari sandiwara dunia. Han tidak mengemis di jalan, ia menjadi majnun dengan bernyanyi dan bersyair. Makan dan sebotol air mineral bayarannya di jalan raya. Kekayaan itu ia tinggalkan begitu saja.

BIODATA

Damay Ar-Rahman atau Damayanti, M.Pd. lahir di Medan 1997. Penulis adalah lulusan Pend. Bahasa Indonesia Universitas Malikussaleh dan Pendidikan Agama Islam di Pascasarjana IAIN Lhokseumawe. Sehari-hari mengajar, tenaga administrasi, dan  telah menerbitkan sembilan buku tunggal yaitu, Aksara Kerinduan 2017, Serpihan Kata 2018, Senandung Kata 2018, Bulan di Mata Airin 2018, Dalam Melodi Rindu 2019, Akhir Antara Kisah Aku dan kamu 2020, Di Bawah Naungan Senja, dan Musafir 2022. Puluhan karya tergabung dalam antologi bersama dan pernah mendapat juara. Karya-karyanya telah dimuat dibeberapa majalah dan berbagai surat kabar lokal, nasional, dan Malaysia. Penulis berdomisili di Lhokseumawe, Aceh.

admin
the authoradmin

Tinggalkan Balasan