Oleh Melya Hayati
Mahasiswi Program Studi PIAUD FTK INISNU Temanggung
BIODATA BUKU
Judul : MEMBANGUN PARADIGMA KEILMUAN KETUPAT ILMU: Integrasi-kolaborasi, collaboration of science, Takatuful ulum, Kolaborasi ilmu
Pengarang : Hamidulloh Ibda
Editor : Khamim Saifudin, Moh. Syafi’
Penerbit : YAPTINU Temanggung, 2021
ISBN : 978-623-96062-0-6
Tebal : 221 halaman
REVIEW/ ULASAN BUKU
Dalam istilah Falsafah Kolaborasi Ilmu, membangun paradigma keilmuan memiliki istilah yang berbeda yakni “ paradigma”, “ ilmu”, “ilmu pengetahuan”, yang dikombinasikan menjadi istilah Paradigma Ilmu, tentu saja pengertian istilah itu akan memiliki makna yang berbeda jika diterjemahkan secara terpisah-pisah dan dikombinasikan. Buku ini disusun oleh Bapak Hamidulloh Ibda dosen INISNU Temanggung yang berisi tentang Paradigma Keilmuan Ketupat ilmu, integrasi-kolaborasi di INISNU Temanggung Istilah paradigma misalnya, yang merupakan asumsi-asumsi teoretis yang umum sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode penerapan dalam ilmu pengetahuan yang menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paradigma keilmuan pada intinya menjadi sebuah cara pandang bagaimana perguruan tinggi dalam menentukan berbagai macam kegiatan akademik maupun non akademik. Pada buku ini dikaji secara mendalam, geniue dan baru karena mengolaborasikan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan, proses ini juga merupakan hasil riset, FGD, uni pakar, serta diseminasi dengan berbagai forum yang menjadikan proses pendalaman paradigma keilmuan ketupat ilmu inilah yang mendasari atau menjadi dasar untuk memajukan INISNU Temanggung.
Perguruan tinggi INISNU Temanggung memiliki model paradigma keilmuan integrasi-kolaborasi atau ketupat ilmu yang merupakan bentuk paradigma dengan model integrasi-kolaborasi yang bisa juga diartikan sebagai “menganyam ilmu” menekankan pada filosofi dari kerangka ontologis, epistemologis, dan aksiologis . Paradigma ketupat ilmu inilah yang menjadi landasan dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan tinggi di INISNU Temanggung
Bagian BAB 1
dalam buku ini dijelaskan mengenai materi yang berisi tentang konsep paradigma ilmu, pentingnya paradigma keilmuan, relasi ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama, pengertian pengislaman ilmu, pengilmuan Islam, model integrasi dan urgensi konversi perguruan tinggi. Yang dimana dalam buku ini mengartikan paradigma keilmuan itu menjadi bagian penting dalam membangun dan mengembangkan perguruan tinggi, baik di bawah Kemendikbud, Kemenag, atau perguruan tinggi akademik maupun vokasi. Paradigma merupakan worldview untuk menentukan corak perkembangan ilmu, cara pandang, epitisme, dan basis metafisik menentukan landasan filosofis ilmu. Dalam perspektif orang yang masih awam tentang istilah paradigma, keilmuan , tentunya pertanyaan mendasar selalu diajukan dan dijawab dengan jawaban yang beraneka ragam.
Lalu mengenai mengapa paradigma keilmuan itu penting, karena dari sinilah pengarahan mengamati dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing atau bisa dikatakan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan yang menentukan seseorang dalam bertindak di kehidupannya sehari-hari. Pada bagian ini juga dijelaskan bahwa adanya perguruan tinggi yang belum memiliki paradigma keilmuan yang mapan, artinya akan menjadikan mereka bias dalam proses pembelajarannya, hal itulah yang menjadi urgen pada kampus itu sendiri dan perlu diperhatikan setiap pembelajarannya. Perkembangan zaman yang begitu pesat juga menjadi bagian penting dari pembangunan paradigma keilmuan. Sebab perkembangan ilmu memang tidak hanya dengan meneliti sebanyak mungkin gejala, namun juga melakukan penelitian melalui sudut pandang baru atau paradigma baru tersebut. Adapun isi buku ini juga menjabarkan mengenai diskusi yang dilakukan oleh Tim STAINU untuk menemukan isu maupun realitas yang mengharuskan adanya paradigma keilmuan. Mencakup hasil diskusi yang pernah dilakukan Tim Konversi STAINU menjadi INISNU, banyak menemukan beberapa isu dan realitas yang mengharuskan adanya paradigma keilmuan tersebut seperti Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, merdeka belajar-kampus merdeka, dan peraturan pemerintah No. 46 tentang pendidikan tinggi keagamaan, dan dari sinilah sudah terlihat bagaimana arah perguruan tinggi yang diharuskan menguasai tiga kemampuan literasi (literasi data, teknologi, SDM) dan diperkuat dalam bingkai keilmuan yang mapan. Dari hasil diskusi yang mencakup ketiga pokok pembahasan tersebut, hal yang dapat ditangkap oleh Tim STAINU Temanggung untuk melakukan berbagai akselerasi. Proses pembangunan paradigma di STAINU Temanggung sendiri sudah berjalan sejak awal pengajuan konversi menjadi INISNU Temanggung, maka paradigma keilmuan yang dibangun Tim menjadi bagian penting untuk memajukan INISNU dalam mengembangkan keilmuan ke depannya. Di dalam buku ini di jelaskan juga mengenai maksud paradigma keilmuan yang dibangun pra dan pasca KMA INISNU bahkan UNISNU Temanggung ini memiliki beberapa alasan :
Agar tidak bebas nilai
Menghilangkan dikotomi ilmu-agama
Tidak kehilangan arah sesuai manhajul fikr (metode berpikir) Aswaja Annahdliyah
Penciri dan pembeda dengan PT lain
Menjadi dasar pelaksanaan Tri Dharma PT
Bagian ketiga pada buku ini mengenai relasi ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama, mungkin sebagian orang awam kurang memahami apakah ketiganya ini saling berkaitan atau tidak, disini dijelaskan, secara bahasa agama berarti religion/religi/din. Menurut Max Weber, tidak ada masyarakat tanpa agama, ilmu, filsafat dan agama memiliki fungsi masing-masing dan mempunyai perbedaan dan persamaan, kedua hakikatnya tidak dapat dipisahkan meskipun beberapa filsuf memiliki berbagai teori.
Lalu apakah pada perguruan tinggi umum dan perguruan tinggi islam mempunyai persepektif mengenai hak tersebut, realitanya perguruan tinggi umum terlalu sekuler dan liberal sedangkan perguruan tinggi islam banyak pula yang mainstream, kaku, dan konservasif. Maka untuk mencari jalan tengah ini gagasan-gagasan tentang “mendudukkan” bersama antara agama dan ilmu pengetahuan terus bergelora.
BAB II
Pada bagian bab ini membahas model paradigma keilmuan PTKI di Indonesia yang bertujuan agar kita itu dapat melihat, menganalisis, serta dapat mencari kelebihan maupun kekurangan dari masing-masing model yang diterapkan oleh mereka. Beberapa perguruan tinggi keagamaan seperti UIN di Indonesia meluaskan mandatnya dengan tidak hanya mengembangkan ilmu Agama Islam namun juga dapat mempelajari Ilmu Pengetahuan maupun Alam, serta Sosial dan Kemanusiaan.
BAB III
Menjelaskan konsep dasar paradigma keilmuan ketupat ilmu, sejarah ketupat : Representasi kolaborasi agama, ilmu, dan budaya, landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis paradigma ketupat ilmu, model paradigma keilmuan kolaborasi ilmu, integrasi-kolaborasi, dan makna filosofis metafora ketupat ilmu. Ketupat ilmu merupakan bentuk paradigma dengan model integrasi kolaborasi atau collaboration of science atau Takatuful ulum yang secara metodologi artinya menganyam ilmu, karena gambar dan simbol yang dipilih adalah ketupat dengan dasar bahwa ketupat merupakan simbol pengetahuan lokal, kecerdasan lokal, dan kearifan lokal, yang dipahami dari pemaparan ini adalah dalam membangun paradigma ketupat ilmu itu dibutuhkan kerangka yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis jadi sama-sama menggerakkan atau mengembangkan ilmu dan agama secara bersamaan, yang luarannya sangat ditentukan oleh metodologi yang dipilih.
BAB IV
Implementasi paradigma keilmuan integrasi-kolaborasi, dalam bab ini salah satunya berisi mengenai mengimplementasikan gagasan ketupat ilmu tersebut di INISNU Temanggung yang dimana dapat diterapkan untuk mencapai paradigma Ketupat Ilmu sampai tataran implementatif, yang dimana strategi itu mencakup adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan pemeliharaan pola. Jadi dari strategi tersebut INISNU Temanggung memiliki pencapaian melalui berbagai langkah implementatif, mulai dari implementasi visi dan misi, tujuan, Tri Dharma Perguruan Tinggi, kurikulum, budaya kerja, dan budaya akademik. Perlu untuk diketahui pada awal bab ini, Strategi Pencapaian Paradigma Integrasi-Kolaborasi usaha kolaborasi keilmuan Takatuful Ulum anyaman ilmu dan lambang ketupat ilmu berusaha mengolaborasi ilmu agama dengan ilmu umum untuk mewujudkan paradigma ketupat ilmu dan mengimplementasikannya. Dari paradigma keilmuan yang dikembangkan oleh INISNU Temanggung muncullah visi sebagai berikut: Unggul dan Terdepan dalam Kolaborasi Keilmuan dan Keislaman yang Bersumber pada Islam, Aswaja Annahdliyah, dan Sains. Di jabarkan pula mengenai misi apa saja yang dikembangkan di INISNU Temanggung ini. Sembilan indikator yang menjadi pencapaian misi
Pengembangan kurikulum pendidikan tinggi berdasarkan KKNI, SN DIKTI, BAN-PT, Merdeka Belajar- Kampus Merdeka dan Manhaj Aswaja Annahdliyah
Mengolaborasikan proses pembelajaran berbasis IPTEK dan IMTAK
Mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk memiliki keunggulan komparatif-kompetetif di bidang akademi, berjiwa entrepreneurship, dan melestarikan kearifan lokal
Mendorong dosen dan mahasiswa untuk memaksimalkan luaran penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang tepat guna dan berdampak pada keilmuan dan keislaman
Memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler kampus berdasarkan minat dan bakat mahasiswa pada luaran karya tulis jurnalistik, ilmiah, sastra, digital, seni, olahraga, dan lainnya
Membangun budaya organisasi yang kuat sesuai prinsip Mabadi Khaira Ummah
Memenuhi fasilitas kampus yang lengkap, representatif dan dapat dimanfaatkan masyarakat luas
Meningkatkan kualitas manajemen perguruan tinggi yang memajukan mutu akademik
Memaksimalkan sistem penilaian mengacu HOTS yaitu 4C, critical thingking, creativity, collaboration, dan communication.
Lalu bagaimanakah penyesuaian paradigma keilmuan tersebut dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni di PAUD/Tk/KB. Untuk memahami teknologi dalam pendidikan sains AUD, sebaiknya kita memahami dulu “apa itu sains dalam pendidikan AUD”. Salah satu bait pada buku Paradigma keilmuan ini juga menjelaskan mengenai sains (science) yang dimana memiliki arti mempelajari ilmu-ilmu kealaman. Jadi, dalam pembelajaran awal pendidikan AUD penting bagi mereka untuk mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban, mengumpulkan dan mengukur sesuatu, inilah yang para peneliti (saracho & spodek, 2008). Identifikasi sebagai tolak ukur bagi anak kecil dalam sains. Ditekankan bahwa pengalaman sains AUD tersebut kita bisa memfokuskan pada keyakinan dan kesatuan alam serta konsistensasinya.
Mengapa mengajarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni kepada AUD/prasekolah itu penting? Ya ada sejumlah alasan mengapa mengajarkan hal-hal tersebut pada anak usia dini itu penting salah satu manfaatnya yaitu memberikan anak-anak pemahaman tentang dunia mereka, membantu anak-anak untuk melihat dirinya sebagai seorang pembelajar, menumbuhkan pola pikir berkembang, dan meningkatkan keterampilan tingkat tinggi. Dan perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi itu saling berkaitan, karena penggunaan teknologi meresap ke seluruh kurikulum pada pembelajaran di PAUD/KB/TK, yang dimana bertujuan untuk tetap mendukung pembelajaran dan memberikan anak-anak kesempatan untuk maju dan berkembang dalam pembelajaran mereka. Adapun konsep-konsep yang menjadi inti penyesuaian ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni di PAUD/TK/KB meliputi rasa ingin tahu, kreativitas, dan kolaborasi, yang juga dikembangkan dan diminati.
Sebelumnya, saya membahas dan menyoroti peran dan pentingnya ilmu sains dalam pengalaman belajar anak usia dini baik di PAUD/TK/maupun KB. Jadi di bagian ini menyoroti bagaimana keberhasilan integrasi teknologi dapat membantu praktisi pendidikan untuk memfasilitasi pengajaran ilmu pengetahuan, seni melalui teknologi. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa peran penting lain dari teknologi dalam pendidikan sains adalah untuk mendukung pengembangan watak positif dalam bidang kurikulum pembelajaran.
Kelebihan buku
Dalam buku ini setiap pembahasan dijelaskan secara baik dan terperinci, memiliki kesimpulan yang disusun dengan baik dan ringkas. Menurut saya buku ini sudah cukup sistematis dalam pembahasan setiap babnya, sangat cocok untuk menambah pemahaman mengenai paradigma keilmuannya pada perguruan tinggi, karena terdapat beberapa paradigma keilmuan yang diterapkan di PTKI sebagai bahan referensi, dan juga dapat memberikan banyak pengetahuan terutama dalam mengolaborasikan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Kekurangan buku
Banyak menggunakan kata-kata asing yang sulit untuk dipahami sehingga membuat pembaca kurang memahami makna-makna tersebut