Esai

Falsafah Jawa Ora Kena Dikrukus: Makna, Filosofi, dan Implementasinya

Ilustrasi Aksara Jawa (Foto: Distingsi.com).

DISTINGSI.com – Makna Falsafah atau Pepatah Jawa Ora Kena Dikrukus (orang yang tidak boleh dianggap gampang) secara simpel memang demikian. Falsafah Jawa “Ora Kena Dikrukus” atau “orang yang tidak boleh dianggap gampang” memiliki makna yang dalam, yang menekankan pentingnya tidak meremehkan atau merendahkan orang lain, apapun latar belakang atau penampilannya. Istilah ini mengandung pesan agar kita selalu menghargai dan mengakui potensi, keunikan, serta martabat setiap individu. Falsafah ini mengajarkan bahwa setiap orang memiliki nilai dan kemampuan yang tidak bisa dinilai sekilas atau diabaikan begitu saja.

Secara keseluruhan, falsafah “Ora Kena Dikrukus” mengajak kita untuk bersikap rendah hati, menghargai orang lain, dan terbuka terhadap potensi serta kualitas unik yang ada dalam diri setiap orang. Filosofi ini merupakan bagian penting dari budaya Jawa yang mengedepankan kebijaksanaan dan penghormatan dalam interaksi sehari-hari.

Falsafah Jawa “Ora Kena Dikrukus” memiliki arti bahwa seseorang tidak boleh dianggap remeh atau diabaikan begitu saja. Istilah ini mengandung pesan mendalam untuk tidak memandang sebelah mata terhadap seseorang hanya karena penampilannya, latar belakang, atau sikapnya yang tampak sederhana. Dalam masyarakat Jawa, falsafah ini berfungsi sebagai pengingat agar kita tidak terburu-buru menilai atau meremehkan orang lain, karena setiap individu memiliki keunikan, kemampuan, dan potensi yang mungkin belum tampak. Falsafah ini mengajarkan untuk selalu menghormati dan menghargai martabat orang lain. Sikap merendahkan atau menganggap remeh seseorang dianggap sebagai bentuk ketidaksantunan dan dapat merusak keharmonisan sosial. Setiap orang, menurut falsafah ini, memiliki nilai intrinsik yang patut dihargai, apapun kondisi atau posisinya dalam masyarakat.

Banyak orang mungkin terlihat biasa saja atau tampak sederhana, namun sebenarnya memiliki potensi dan kemampuan yang luar biasa. Falsafah ini mengingatkan bahwa kelebihan seseorang tidak selalu tampak di permukaan. Oleh karena itu, kita diajak untuk lebih bijaksana dalam memandang orang lain dan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk menunjukkan potensi terbaiknya. “Ora Kena Dikrukus” juga menjadi pengingat bagi kita untuk bersikap rendah hati. Sikap sombong atau merasa lebih tinggi dari orang lain hanya akan menghalangi kita untuk melihat kualitas dan kebaikan dalam diri orang lain. Dengan rendah hati, kita bisa belajar dari siapapun, bahkan dari orang yang tampaknya sederhana.

Falsafah ini mengajak kita untuk bersikap terbuka terhadap orang lain, serta untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang lebih luas. Daripada terburu-buru menghakimi, kita diajak untuk bijaksana dalam memahami dan mengenali nilai-nilai positif yang ada dalam diri setiap orang. Dengan demikian, kita bisa menciptakan lingkungan sosial yang lebih harmonis. Secara keseluruhan, “Ora Kena Dikrukus” mengajarkan kebijaksanaan untuk melihat lebih dalam, menghargai setiap individu, dan menghindari sikap meremehkan. Ini adalah nilai dalam budaya Jawa yang menekankan pentingnya saling menghormati dan menjaga harmoni dalam hubungan manusia.

Makna Ora Kena Dikrukus

Menurut Dr. Hamidulloh Ibda, pakar pendidikan dasar INISNU Temanggung, banyak adalah penjabaran makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah “Ora Kena Dikrukus”. Pertama, Penghargaan terhadap Martabat Setiap Individu. “Ora Kena Dikrukus” mengajarkan untuk selalu menghormati setiap individu, apa pun status sosial, pendidikan, atau tampilan luar mereka. Masyarakat Jawa percaya bahwa setiap orang memiliki martabat yang harus dihargai, dan sikap meremehkan seseorang adalah tindakan yang tidak pantas. Dengan menghargai martabat orang lain, kita membangun sikap rendah hati dan menghormati keragaman.

Kedua, Pengakuan atas Potensi Tersembunyi. Falsafah ini juga berpesan bahwa kemampuan atau kelebihan seseorang tidak selalu terlihat dari penampilan luar atau hal-hal yang tampak. Ada banyak potensi atau bakat yang tersembunyi dalam diri seseorang yang mungkin baru terlihat dalam situasi atau kesempatan tertentu. Oleh karena itu, kita diajarkan untuk tidak menganggap remeh orang lain, karena setiap orang berpotensi memberikan kontribusi yang berharga.

Ketiga, Kesadaran bahwa Setiap Orang Unik. “Ora Kena Dikrukus” mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki keunikan dan pengalaman hidup yang berbeda. Apa yang terlihat “sederhana” atau “biasa” pada seseorang mungkin sebenarnya menyimpan kekuatan, keterampilan, atau pemahaman yang lebih dalam. Dalam masyarakat yang kompleks, setiap orang memiliki peran dan nilai tersendiri.

Keempat, Sikap Terbuka dalam Menjalin Hubungan Sosial. Dalam interaksi sosial, “Ora Kena Dikrukus” mengajarkan sikap keterbukaan untuk mengenal orang lain secara lebih mendalam, tanpa terburu-buru memberi penilaian negatif atau meremehkan. Hal ini penting untuk menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial, di mana setiap orang merasa dihargai dan diterima apa adanya.

Kelima, Menghargai Kerja Sama dan Kebersamaan. Dengan menghormati orang lain, baik dalam lingkungan kerja, keluarga, maupun masyarakat, kita mendorong suasana kerja sama yang positif. Falsafah ini mendukung terciptanya lingkungan di mana setiap orang merasa percaya diri dan memiliki peran yang berarti. Sikap menghargai dan tidak meremehkan menciptakan iklim kerja sama yang sehat, di mana setiap orang bebas untuk berkontribusi dan berbagi ide.

Keenam, Pembelajaran untuk Tidak Mudah Menilai dari Tampilan Luar. “Ora Kena Dikrukus” juga mengajarkan kita agar tidak mudah menilai orang lain hanya dari tampilan luar, seperti pakaian, gaya bicara, atau status ekonomi. Orang Jawa percaya bahwa penampilan luar bukanlah tolok ukur sejati dari nilai atau kualitas seseorang. Yang terlihat “sederhana” bisa saja menyimpan wawasan dan kebijaksanaan yang tidak terlihat pada pandangan pertama.

Ketujuh, Penolakan terhadap Sikap Sombong atau Angkuh. Filosofi ini juga menjadi peringatan agar tidak bersikap angkuh atau merasa lebih tinggi dari orang lain. Kesombongan dapat membuat seseorang menilai orang lain secara sepihak dan menganggap remeh kemampuan atau keberadaan orang lain. Sikap seperti ini tidak hanya merugikan orang yang diremehkan, tetapi juga merugikan diri sendiri, karena kita kehilangan kesempatan untuk belajar atau bekerja sama dengan orang-orang yang berpotensi memberi dampak positif.

Makna Ora Kena Dikrukus

Menurut dosen Bahasa Jawa Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan INISNU Temanggung Andrian Gandi Wijanarko, bahwa “Ora kena dikrúkus” adalah peribahasa Jawa yang mengandung makna mendalam tentang karakter seseorang. Secara harfiah, peribahasa ini berarti “tidak boleh dianggap enteng” atau “tidak boleh diremehkan”. Namun, makna filosofisnya jauh lebih kaya dan kompleks. Makna Mendalam di Balik Peribahasa. Pertama, Martabat dan Harga Diri: Seseorang yang “ora kena dikrúkus” memiliki martabat dan harga diri yang tinggi. Ia tidak akan membiarkan dirinya diperlakukan semena-mena atau direndahkan.

Kedua, Kekuatan Batin: Orang seperti ini memiliki kekuatan batin yang kuat. Ia mampu menghadapi berbagai tantangan dan cobaan hidup dengan tegar. Ketiga, Kemampuan Adaptif: Ia juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi. Meskipun menghadapi kesulitan, ia tidak mudah menyerah. Keempat, Potensi yang Tersembunyi: Peribahasa ini juga menyiratkan bahwa seseorang yang tampak sederhana atau biasa saja, sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa. Potensi ini bisa saja tersembunyi dan belum terlihat oleh orang lain.

Implikasi dalam Kehidupan

Filosofi “ora kena dikrúkus” memiliki implikasi yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain. Pertama, Hubungan Interpersonal: Dalam berinteraksi dengan orang lain, kita harus selalu menghormati dan menghargai setiap individu. Jangan pernah meremehkan orang lain, karena kita tidak pernah tahu potensi yang sebenarnya dimiliki oleh orang tersebut. Kedua, Pengembangan Diri: Filosofi ini mendorong kita untuk terus mengembangkan diri dan menggali potensi yang ada dalam diri kita. Dengan begitu, kita dapat mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi. Ketiga, Kepemimpinan: Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang “ora kena dikrúkus”. Ia memiliki integritas, keberanian, dan kemampuan untuk menginspirasi orang lain.

Meskipun memiliki kesamaan dalam menekankan martabat dan kekuatan batin, “ora kena dikrúkus” memiliki fokus yang sedikit berbeda dengan “ora kena diampu-ampu”. Jika “ora kena diampu-ampu” lebih menekankan pada aspek kebebasan dan perlawanan terhadap kekerasan, maka “ora kena dikrúkus” lebih menekankan pada aspek harga diri, kekuatan batin, dan potensi individu.

Filosofi “ora kena dikrúkus” adalah salah satu kekayaan budaya Jawa yang patut kita lestarikan. Peribahasa ini mengajarkan kita untuk selalu menghargai diri sendiri dan orang lain, serta untuk terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Implikasi Falsafah “Ora Kena Dikrukus” dalam kehidupan sehari-hari juga melimpah. Falsafah ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti berikut. Pertama, Di Tempat Kerja: Atasan dan rekan kerja menghormati kontribusi setiap karyawan, baik di posisi rendah maupun tinggi. Semua orang diberi kesempatan untuk berpendapat dan berkontribusi. Kedua, Dalam Masyarakat: Setiap anggota masyarakat dihargai dan diberi peran sesuai kemampuan mereka. Tidak ada yang dianggap remeh atau diabaikan.

Ketiga, Dalam Keluarga: Orang tua menghargai pendapat dan kemampuan anak-anak, membiarkan mereka berkembang dengan bimbingan dan tanpa sikap meremehkan. Keempat, Dalam Pendidikan: Setiap siswa dihargai potensinya, tanpa membedakan kemampuan akademik. Guru berusaha menemukan kelebihan tiap murid dan membantu mereka berkembang sesuai bakat dan kemampuan mereka.

admin
the authoradmin

Tinggalkan Balasan