Artikel

Fenomena Pendidikan di Indonesia

Oleh Nia Lestari

Pendidikan hanya diartikan sebagai wahana dan media untuk mendapatkan ijazah, sehingga dapat memperoleh pekerjaan yang layak, tanpa mendalami arti pendidikan yang sesungguhnya. Itulah kiranya kata yang pas untuk mewakili fenomena pendidikan di negara kita. Di mana pendidikan yang seharusnya sebagai wadah untuk membina generasi remaja menjadi penerus yang berpendidikan, akan tetapi memang seperti itulah adanya.  Apalagi dewasa ini masyarakat dengan titel sarjana sangat marak di Indonesia. mereka berlomba-lomba mengejar gelar dengan tidak didasari pemahaman ilmu agamanya. Orang tua hanya menginginkan anak mereka memperoleh pekerjaan yang tinggi dengan tidak membentengi dan menyeimbangi pendidikan umum dengan pendidikan agama.

Kita telah melihat dan menyaksikan bahwa saat ini banyak sekali terjadi tindakan dan kejadian yang memalukan di negara kita ini. Sebut saja korupsi, suap pembunuhan, asusila dan masih banyak lagi yang jelas membuat kita geram. Namun, anehnya para pelaku tindakan kejahatan tersebut adalah orang-orang pintar yang bergelar sarjana dari berbagai lulusan universtas yang ternama yang dengan santainya tanpa menaruh rasa beban, namun mengeluarkan kedok penyesalan yang entah kebenarannya. Melihat fenomena dan kejadian yang terjadi saat ini, sepertinya ada yang keliru dengan pola pendidikan, khususnya pendidikan formal di Indonesia dan semestinya harus dikaji ulang.

Pentingnya Pembangunan Jiwa

Pola pendidikan formal saat ini hanya mengajarkan ilmu-ilmu dunia sehingga banyak menghasilkan orang-orang pintar tetapi sayangnya mereka tidak terdidik dan memiliki budi pekerti yang lemah. Akibatnya orang-orang pintar tersebut malah menjadi orang yang bejat, maling dan penindak kaum yang lemah. Padahal seharusnya merekalah yang menjadi penolong dan pemimpin yang baik untuk menciptakan kemaslahatan bagi orang banyak.

Coba kita ingat kemudian pahami lirik dari lagu Indonesia Raya, pernahkah terlintas kenapa WR Supratman menciptakan lagu Indonesia Raya dengan lirik “bangunlah jiwanya bangunlah badannya”? kenapa tidak badannya dulu baru jiwanya ?. hal ini perlu kita renungkan, bagaimana pentingnya membangun jiwanya dulu, di sini terlihat sangat jelas bahwa pendidikan sungguh sangat penting. Akan tetap peda kondisinya dengan saat ini. Hal tersebut terlihat dengan beberapa permasalahan dan perkara yang terjadi saat ini.

Yang di bangun lebih dulu adalah jiwanya, di mana jiwalah yang kan menopang baik dan tidaknya kepribadiannya. Ketika jiwanya sudah baik, maka bisa dipastikan badannya juga baik. Dalam artian bisa membawa Indonesia menjadi baik.

ironisnya, saat ini banyak sekali orang-orang yang berpendidikan tinggi dan mengaku beragama, tetapi tindakan mereka sangat memalukan dan meresahkan masyarakat sekitar. Contohnya adalah, para dewan yang ‘’katanya’’ terhormat banyak yang tertangkap tangan melakukan korupsi atau penyuapan. Parahnya lagi tindakan tersebut dilakukan bersama-sama dengan teman-teman mereka yang juga “katanya” terhormat. Yang lebih miris saat mereka tertangkap oleh pihak yang berwajib, mereka malah dengan tenang dan melemparkan senyum yang lebar kepada masyrakat. Seolah-olah mereka senang dengan apa yang mereka perbuat. Bukankah mereka malu dengan tindakan tersebut, apakah mereka tidak mengetahui atau tidak pernah diajari bahwa memakan uang yang bukan haknya adalah perbuatan dosa dan haram hukumnya bagi mereka dan keluarganya.

Apakah mereka tidak memikirkan rakyat? Bagaimana dengan masyarakat yang masih tinggal di bawah jembatan? Yang masih mengemis? Bagaimana dengan mereka yang digusur tanahnya? Ini harus dicarikan solusinya. Dicarikan lapangan pekerjaan misal, tapi dengan kondisi perekonomia negara yang setiap tahun bahkan bisa dibilang setiap bulannya ada saja yang kurupsi membuat warganya yang terkena imbas. Naiknya pajak kendaraanlah, BBMlah, sembako, dan sebagainya.

Di sinilah pemerintah dikecam oleh masyarakat menjadi penguasa yang kurang adil. Hakim yang semestinya mengadili orang yang bersalah sesuai tingkat kesalahannya, tapi belakangan tidak sedikit hakim yang terkena suap bukankah hakim itu mengenyam pendidikan dan belajar bagaimana menjadi hakim yang adil? Ketika koruptor dipenjara 4 tahun dan pencuri seekor ayam dipenjara 6 tahun termasuk adil? Di mana letak keadilannya? Belum lagi kalau RUU KUHP pasal 604 yang menyatakan koruptor terancam pidana 2 tahun ?

Sungguh !!!! memang mereka itu sudah kehilangan akal sehat dan putus sudah urat malunya. Bahkan ada saja orang yang jelas-jelas terjerat kasus korupsi yang menjadi ketua atau pemimpin suatu instansi. Bukankah ini sangat memalukan? 

Oleh karean itu, sistem pendidikan formal yang ada saat ini harus segera direvisi dengan tidak hanya mementingkan hasil, tetapi lebih mementingkan suatu proses untuk mencapai suatu keberhasilan agar tidak lagi mencetak orang-orang pintar yang memintari, bukannya orang-orang pintar yang mendidik.

Saya sangat setuju dengan adanya kurikulum 2013. Di mana akhlak juga ditekankan. Pendidikan formal tidak hanya menekankan pengetahuan umum saja, tetapi ilmu agamanya juga harus ditekankan. Agar natinya tidak ada lagi kucing-kucing berdasi yang merajalela di negara Indonesia ini. Anda setuju ?

admin
the authoradmin

Tinggalkan Balasan