Artikel

Guru dan Peningkatan Kompetensi Literasi untuk Memajukan Dunia Pendidikan

Ilustrasi pexels

Judul:  Peningkatan Kompetensi Profesional Guru SD/MI Melalui Menulis Media

Jurnal: Jurnal Tarbawi

Penulis: Hamidulloh Ibda

Akreditasi: 

Url: https://ejournal.unisnu.ac.id/JPIT/article/view/610

DESKRIPSI

Guru adalah salah satu komponen terpenting dalam kemajuan suatu bangsa. Dalam jurnalnya Hamidulloh Ibda mengungkapkan bahwa sebagus apapun kurikulum, sebagus apapun gedungnya, namun jika kualitas guru rendah maka pendidikan akan tertinggal. Selain meningkatkan kompetensi melalui peningkatan kompetensi guru yang melanjutkan pendidikan pada jenjang magister dan doktor, guru juga harus meningkatkan mutu pendidikan dengan publikasi artikel ilmiah.

Seorang guru yang rajin menulis dan mempublikasikan gagasannya adalah salah satu indikator guru yang kreatif dan inovatif. Kreatif vitasnya juga dapat dibagikan kepada dan bermanfaat untuk orang lain. Guru berkompeten salah satu indikatornya rajin meneliti dan menulis.

Sagala (2013: 39) menjelaskan guru menjadi salah satu faktor penting dalam penyelenggaran pendidikan di sekolah. Meningkatakan mutu pendidikan, berarti meningkatkan mutu guru. Kesejahteraan tidak hanya menjadi fokus utama, namun juga profesionalitas guru. Dalam hal ini, kompetensi profesional tidak hanya pada pemenuhan syarat-syarat administratif belaka. Namun lebih pada peningkatan mutu guru melalui kegiatan ilmiah berupa menulis artikel di media massa.

Guru profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan bermutu. Dalam mencapai profesionalitas, mereka harus mampu menemukan jati diri dan mengaktualkan diri sesuai dengan kemampuan dan kaidah-kaidah guru profesional (Rusman, 2011: 19) Seorang guru profesional tidak akan ketinggalan informasi terkini dan aktual, khususnya informasi dalam dunia pendidikan. Ia akan mengikuti berita dari berbagai platfrom media dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.

Dengan selalu mengikuti berita terkini dalam pendidikan diharapkan guru dapat mengikuti perkembangan pendidikan dan dapat membuat sebuah inovasi baru yang lebih baik sesuai tuntutan pendidikan pada era globalisasi ini. Hal itu bisa dilaksanakan dengan publikasi ilmiah di media massa. Pasalnya, lewat aktivitas menulis, secara otomatis guru akan melek isu-isu pendidikan terkini dan bisa memberi solusi lewat gagasannya

INTERPRETASI

Penjelasan Rusman (2011), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Turney (1979), Mulyasa (2009), Wijayanti (2014) di atas, dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah mereka yang profesional di bidangnya dengan selalu meningkatkan kualitas, salah satunya meningkatkan kompetensi profesional dengan cara aktif dalam publikasi ilmiah di jurnal maupun media massa. 

Salah satu momok yang menakutkan bagi para guru salah satunya adalah menulis karya tulis ilmiah. Padahal hal ini menjadi faktor penting untuknya memenuhi angka kredit untuk meningkatkan profesionalitas. Aturan demikian nyatanya hanya dijadikan angin lalu. Beberapa guru hanya mengejar angka kredit tanpa melalui proses yang sudah dibuat. Banyak calo karya ilmiah yang menjamur. Membantu para guru untuk dapat memenuhi angka kredit tersebut.

Apakah itu sebuah solusi? tentu saja bukan. Ketika guru memiliki akronim digugu dan ditiru mengapa mereka masih menggunakan cara licik untuk mencapai angka kredit. Sedangkan saat ulangan maupun asesmen mereka selalu mengingatkan kepada peserta didik untuk tidak curang. 

Hal ini terlaksana dan membudaya karena para guru tidak memiliki kemampuan atau skill dalam bidan literasi. Sehingga menggunakan jasa calo menjadi solusi terakhir, dari pada angka kredit tidak terpenuhi. 

Menulis bukanlah masalah bakat dan potensi bawaan lahir, namun menurut Ibda (2013: 6) menulis adalah masalah latihan, kebiasaan, konsistensi dan intensitas menulis. Pasalnya, banyak guru pandai beretorika yang bicara “ngalor-ngidul”, tapi jika disuruh menulis ia tidak bisa. Melihat nilai dari kredit yang ditentukan, jika guru semakin aktif menulis di media massa, maka otomatis jumlah angka kredit minimum dari sub unsur semakin mudah dipenuhi. Jika sudah dipenuhi, maka kenaikan pangkat/golongan bukanlah hal yang berat. Guru jika sudah naik pangkat/golongannya, maka kompetensi profesional dan cita-cita guru profesional bukanlah hal susah.

EVALUASI

Intensitas membaca dan meneliti yang rendah menjadikan tumpulnya kecerdasan guru. Minimnya pendidikan riset dan kesadaran meneliti, menurut Ibda (2016: 4) menjadi penyebab matinya budaya penelitian. Permasalahan dasarnya sangat sederhana, yaitu soal kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kemauan dan dana penelitian. Rasa ”kepenasaran intelektual” harus dibangun agar guru rajin meneliti.

Penjelasan Permenpan RB Nomor 16 Tahun 2009, Ibda (2013), Ibda (2016) di atas mewajibkan guru menulis di media massa maupun karya ilmiah sebagai bentuk dorongan untuk menjadi guru profesional. Sebagai orang nomor satu di dalam kelas, guru harus bisa menghigupkan tradisi ilmiah melalui menulis. Mengapa? Sebab ketika sudah menulis, guru pasti membaca dan meneliti. Hal itu tentu bisa mendorong kompetensi profesional guru selain kompetensi pedagogi, kepribadian dan sosial

REKOMENDASI

Dalam jurnalnya hamidulloh Ibda memberikan rekomendasi kepada para guru yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan jiwa dan semangat menulis, antara lain sebagai berikut: Pertama, membaca semua tulisan. Guru dapat membaca berbagai literatur seperti Alquran, esai, feature, majalah berita di internet, cerpen, dan sebagainya. Membaca adalah guru terhebat dari menulis dengan membaca kamu akan melihat dunia dari genggaman. 

Kedua, jadikan aktivitas menulis menjadi candu. Jika kamu mencintai menulis maka aktivitas ini akan menjadi menyenangkan. Begitu Pula sebaliknya ketika menganggap menulis adalah aktivitas yang menjenuhkan, maka tidak akan pernah mulai menulis.Ketiga, perlu memahami karakter tulisan dalam bahasa jurnalistik. Gunakanan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca.

Keempat, meningkatkan kualitas diri. Hal ini dapat dilakukan dengan aktif pada lembaga profesi guru dan kelompok kerja guru. Kelima, memahami bahasa jurnalistik. Seorang penulis karya ilmiah harus memahami standar kepenulisan sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Ejaan Bahasa Indonesia. Keenam, memahami karakter media masa. Setiap media memiliki karakter yang beragam. Guru harus dapat menangkap semua karakter media masa. Ketujuh, konsisten menulis. Konsistensi diperlukan dan diwajibkan bagi para penulis. 

Anisa Rachma Agustina

Tinggalkan Balasan