Purworejo, DISTINGSI.com – STAINU Purworejo menggelar kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) bertajuk “Penguatan PAUD Berbasis Etno-Ekoteologi: Pemanfaatan Tradisi Lokal untuk Penanaman Nilai Agama, Kepedulian Lingkungan, dan Mitigasi Dampak Sosial-Ekonomi Anak Usia Dini” pada Rabu (11/12/24) di TK Wahyu Lestari, Desa Kaliwader, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Acara ini diikuti sekitar 90 peserta yang terdiri dari kepala sekolah, guru TK, wali siswa, dan siswa.
Narasumber utama, Abdul Aziz, S.Ag., M.Pd., dosen STAINU Purworejo dengan keahlian di bidang Manajemen Pendidikan Islam, memaparkan konsep etno-ekoteologi kepada para peserta. Menurutnya, etno-ekoteologi adalah integrasi antara tradisi lokal, nilai agama, dan kepedulian terhadap lingkungan dalam proses pendidikan. “Meskipun istilah ini terdengar asing, saya menjelaskan dengan contoh-contoh sederhana seperti tradisi mauludan, ruwatan, nyadran, sedekah bumi, hingga ziarah kubur,” jelas Abdul Aziz.
Salah satu contoh sederhana dari etno-ekoteologi yang dijelaskan oleh Abdul Aziz adalah tradisi nyadran. Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang bulan Ramadan, di mana masyarakat berkumpul untuk membersihkan makam leluhur. Selain membersihkan lingkungan sekitar makam, tradisi ini juga diiringi dengan doa bersama sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur serta pengingat akan keterhubungan manusia dengan Tuhan. Dalam prosesnya, nyadran mencerminkan nilai-nilai agama, seperti rasa syukur dan penghormatan terhadap keluarga, sekaligus menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Melalui tradisi ini, anak-anak usia dini dapat belajar banyak hal, mulai dari nilai gotong-royong hingga kepedulian terhadap lingkungan. Dalam konteks pendidikan, tradisi nyadran dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan PAUD melalui simulasi pembersihan lingkungan atau pengenalan cerita rakyat yang berhubungan dengan leluhur. Dengan demikian, tradisi lokal seperti nyadran tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran yang kaya akan nilai agama dan kesadaran ekologi sejak usia dini.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyinkronkan pembelajaran di PAUD Formal (sekolah) dengan PAUD Informal (keluarga). Para peserta diajak berbagi pengalaman terkait praktik pendidikan anak usia dini (AUD) di sekolah dan di rumah. Sebagai bagian dari kegiatan, narasumber membagikan lembar kerja kepada dua kelompok besar, yaitu kelompok PAUD Formal (guru dan kepala TK) serta PAUD Informal (wali siswa).
Melalui lembar kerja ini, para peserta diminta mengidentifikasi tradisi lokal yang telah diterapkan, nilai keagamaan yang diajarkan, serta kegiatan berbasis lingkungan yang dilakukan. “Tujuannya untuk mengetahui apakah ada kesenjangan antara pendidikan di rumah dan sekolah,” ujar Abdul Aziz.
Hasilnya, sebagian besar peserta menemukan kesesuaian, meskipun beberapa aspek belum diterapkan di rumah, seperti kegiatan berbasis lingkungan. Wali siswa dan guru TK terlihat antusias mengisi lembar kerja, mempresentasikan hasil mereka, dan saling berbagi pandangan.
Dalam sesi tanya jawab, peserta mengemukakan berbagai harapan, termasuk peningkatan kolaborasi antara sekolah dan keluarga untuk integrasi pendidikan berbasis etno-ekoteologi. Kepala TK Wahyu Lestari, Ribkhiyatun, S.Pd., menyampaikan apresiasinya atas kegiatan ini. Ia berharap, program serupa dapat terus dilakukan untuk mendukung penguatan lembaga.
Abdul Aziz juga mendorong lembaga TK Wahyu Lestari untuk mengoptimalkan media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube sebagai bagian dari strategi manajemen humas. “Ini dapat meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, serta memperkuat citra lembaga di tingkat kabupaten,” ujarnya. Ia merekomendasikan mahasiswa KKN STAINU Purworejo sebagai fasilitator dalam pembuatan dan pengelolaan media sosial tersebut.
Di akhir kegiatan, Abdul Aziz menyampaikan harapan bahwa konsep pendidikan berbasis etno-ekoteologi dapat menjadi inspirasi untuk mendidik generasi muda yang berkarakter, peduli lingkungan, dan tanggap terhadap perubahan sosial.
“Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam membangun sinergi antara sekolah dan keluarga. Semoga ke depannya, kolaborasi ini dapat menghasilkan model pendidikan yang berkelanjutan,” pungkasnya.