Artikel

Mengenal Konsep Teacherpreneurship Bagi Para Guru

Ilustrasi pexels

Judul:  Konsep Pendidikan Kemandirian Perspektif Pendidikan Agama Islam: Kajian Buku Teacherpreneurship Karya Hamidulloh Ibda

Jurnal: Citra Ilmu

Penulis: Alfi Munawaroh, Luluk Ifadah, Sigit Tri Utomo

Akreditasi: 

Url: http://ejournal.inisnu.ac.id/index.php/JICI/article/view/87/63

DESKRIPSI

Guru adalah salah satu unsur yang paling mendasar dalam kesuksesan suatu bangsa. Guru dituntut untuk dapat memiliki kompetensi secara menyeluruh. Tidak ada yang membedakan beban tugas antara guru honorer dan PNS mereka memiliki beban mengajar yang sama. Nyatanya gaji yang diterima para pegawai honorer tidak manusiawi. Bukan hanya dibebani oleh tugas mengajar, para guru juga dibebani oleh berbagai tugas yang kompleks. 

. Adanya perbedaan tersebut tentu menimbulkan permasalahan bagi guru honorer, terutama tentang kesejahteraan psikologis, lebih khusus kesejahteraan psikologis guru honorer yang tinggal di daerah tertinggal. (Sobur Alex, 2003) Terpenuhinya kebutuhan psikologis berbanding lurus dengan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. Seseorang dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis apabila kebutuhan dalam hidupnya terpenuhinya. 

Kendati demikian meskipun kebutuhan psikologis guru honorer tidak terpenuhi, guru tetap harus memiliki 4 kompetensi dasar. Yang meliputi: kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. (Akmal Hami, 2013) Di era globalisasi dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat. Hal ini juga mendorong guru untuk semakin kreatif. Keragaman kreativitas tersebut tidak diimbangi dengan pendapatan yang sesuai. Para guru honorer harus mencari sumber income tambahan  untuk memenuhi kebutuhannya.

Hal ini yang membuat beberapa mahasiswa pendidikan banting setir. Gaji yang tidak mencukupi dan beban kerja yang berat. Membuat mereka memilih pekerjaan lain dari pada mengajar. Situasi yang jauh berbeda dengan Finlandia. Kesejahteraan para guru di negara tersebut sangat diperhatikan oleh pemerintah. 

Guru harus mandiri dan cukup materi agar tenang ketika mendidik anakanaknya. Sebab guru tetap menjadi solusi utama untuk mengeluarkan kemajuan dalam dunia pendidikan. Menurut Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, kemandirian diartikan sebagai suatu kekuatan internal individu dan diperoleh melalui proses individuasi, yang berupa proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan.

Fokus kajian dalam penelitian ini tentang konsep pendidikan kemandirian perspektif pendidikan Islam dalam buku Teacherpreneurship. Sedangkan dalam skripsi di atas membahas tentang. Nilai pendidikan kemandirian yang diterapkan untuk peserta didik saja. Berbeda dengan skripsi yang dikaji oleh penulis bahwa pendidikan kemandirian juga diperlukan oleh guru. Oleh karena itu, tema ini dapat dijadikan sebagai tema menarik dan relevan untuk diperbincangkan pada masa sekarang ini. Sehingga hal ini dapat memberikan kontribusi positif serta akan lebih memperkaya wacana terkait konsep pendidikan kemandirian dalam pendidikan Islam.

INTERPRETASI

Pendidikan kemandirian itu harus tersistem, terencana jelas, dan harus dimasukkan dalam sistem pendidikan. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian pada buku Technopreneurship karya Hamidulloh Ibda. Ada dua hal pokok dalam penelitian ini, yaitu ingin menemukan konsep pendidikan kemandirian perspektif pendidikan Islam; telaah kritis buku Teacherpreneurship karya Hamidulloh Ibda, dan relevansi konsep pendidikan kemandirian perspektif pendidikan Islam; telaah kritis buku Technopreneurship karya Hamidulloh Ibda dengan pendidikan Islam di Indonesia.

Pendapatan guru yang tidak dapat memenuhi kebutuhan. Membuat para guru harus memiliki keahlian berwirausaha untuk mencari sumber income lain. Gagasan guru yang berjiwa dalam kewirausahaan itulah yang dapat dinamakan Teacherpreneurship. Pada hakikatnya kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa, dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Teacherpreneurship akan dapat memunculkan sikap mental dan jiwa seorang guru yang selalu aktif atau kreatif, berdaya, bercipta, berkarsa, dan bersahaja dalam berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui kegiatan usahanya di sekolah. (Duwi Novi Ana, 2018)

Teacherpreneurship bukan berarti setiap guru harus menjadi wirausaha, tetapi memilki jiwa wirausaha. Urgensi Teacherpreneurship adalah dapat menumbuhkembangkan produktivitas guru, dan akan dapat menciptakan seorang guru–guru baru yang tidak suka mempersoalkan masalah, tetapi lebih suka memecahkan suatu masalah.

Adapun tujuan pendidikan Entrepreneurship sendiri, dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut, kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan kompetensi sosial.

Konsep Teacherpreneurship menjawab berbagai problematika tenaga honorer. Yang menerima upah tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilaksanakan. Kendati demikian para guru honorer tetap melaksanakan tugasnya dengan ikhlas. Menjadi guru bukan hanya sekedar panggilan hati, melainkan berkaitan dengan kesejahteraan dan tanggung jawab ekonomi keluarga. Dalam hal ini, pendidikan kemandirian dan jiwa entrepreneur sesseorang harus lebih ditekankan lagi dalam bangku sekolah atau perkuliahan agar mahasiswa lulusan tidak hanya mengandalkan gaji honorer ketika sudah berkecimpung dalam dunia pendidikan.

Guru memiliki jiwa entrepreneur haruslah selalu berkomitmen dalam melakukan tugasnya sampai memperoleh hasil yang diharapkan. Menjalankan tugasnya tidak setengah hati. Oleh karena iu, seeorang Teacherpreneur harus tekun, ulet dan pantang menyerah. Apalagi harus mengemban tugas ganda, yaitu tugasnya sebagai pendidik sekaligus pelaku Seorang Teacherpreneur. Sehubungan dengan hal di atas, seorang Teacherpreneur juga harus mampu memanajemen untuk mencapai tujuannya yaitu menjadi guru mandiri dengan usaha di jalur pendidikan. 

EVALUASI

Adapun konsep kemandirian dalam buku Teacherpreneurship ini menurut beberapa pendapat bahwa pendidikan Teacherpreneurship mengajarkan mahasiswa atau calon guru untuk memiliki jiwa entrepreneur dan mampu bersikap mandiri guna memenuhi kebutuhan hidupnya serta tidak bergantung pada orang lain. Tidak harus menjadi reseller, sales, atau penjual, melainkan guru wirausaha lebih kepada pencipta lapangan pekerjaan melalui dunia pendidikan. 

Kurangnya kemandirian pada diri seseorang akan mengakibatkan orang tersebut memiliki kecenderungan untuk bergantung pada orang lain, kurangnya kreativitas, malas, kurang percaya diri dan tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri. Dalam konteks proses belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang mandiri dalam belajar dan memiliki kebiasaan yang kurang baik dalam belajar, seperti: tidak betah belajar lama, belajar hanya menjelang ujian, membolos, menyontek dan mencari bocoran soal-soal ujian. Hal ini dapat menimbulkan gangguan mental setelah memasuki pendidikan lanjutan

REKOMENDASI

Setiap lembaga pendidikan hendaknya memperhatikan hal ini dan menyiapkan pembinaan yang tepat agar peserta didik memiliki kemandirian yang baik. Banyaknya generasi muda saat ini yang kurang dalam hal kedisiplinan dan kreativitas menunjukkan kurang tepatnya pendidikan dan pembinaan kemandirian yang dilakukan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Maka, perlulah kita mengetahui bagaimana konsep pendidikan karakter kemandirian yang baik dan tepat guna diterapkan pada lembaga-lembaga pendidikan, termasuk sekolah. 

Pendidikan di sekolah maupun perguruan tinggi diharapkan dapat menciptakan manusia yang siap guna, dan siap menghadapi segala macam problematika kehidupan di masa mendatang. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, satuan pendidikan telah menyediakan berbagi macam pengalaman yang nantinya akan berguna bagi kehidupan peserta didik di masa yang akan datang.

Anisa Rachma Agustina

Tinggalkan Balasan