Artikel

Menilik Undang-Undang Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Judul: Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2008

Jurnal:  Citra Ilmu

Penulis: Hashih Muhammad

Akreditasi:

Url: http://ejournal.inisnu.ac.id/index.php/JICI/article/view/114/75

DESKRIPSI

Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima. Dalam rukun islam tersebut tertulis bahwa Ibadah haji dilaksanakan oleh orang yang mampu. Bagi umat muslim ibadah haji merupakan sebuah karunia khusus. Kenikmatan Ibadah Haji ibarat berangkat menemui orang yang sangat dirindukan. 

Fenomena  tingginya  angka jama’ah haji karena   kesadaran  tinggi  di   kalangan   muslim Indonesia   untuk   melaksanakan   ibadah   haji membuat pemerintah membentuk suatu undang-undang tentang penyelenggaraan ibadah haji No.13  Tahun  2008.  Secara tegas  pasal  1  ayat  (1) menegaskan   bahwa   ibadah   haji   merupakan kewajiban   sekali   seumur   hidup   bagi   setiap

muslim yang mampu.

Undang-undang ini menegaskan bahwa terdapat kesepakatan dengan syariat Islam bahwa haji merupakan wajib. Ketika undang-undang telah mewajibkan sesuatu maka akan muncul berbagai konsekuensi di dalamnya yang harus ditindak lanjuti oleh pemerintah. Hadirnya para orang-orang yang bergelar haji menjadi sangat berpengaruh bagi masyarakat, khususnya di Indonesia. 

Di   sisi   lain, masyarakat turut serta mempengaruhi perjalanan haji.  Untuk  lebih  memahami  pengaruh  timbal balik  antara  perjalanan  haji,  peraturan  haji  dan orang haji dengan masyarakat, diperlukan kajian dengan   pendekatan   empirik.

Haji menurut Imam   al-Kastalani adalah   ibadah yang mewajibkan  wukuf  di  Arafah  pada  malam  10Zulhijjah,  tawaf di  Baitullah  bagi  orang-orang yang  suci  dengan  posisi  Ka’bah  sebelah  kiri sebanyak tujuh kali.

Haji Ismail M. Syah mengemukakan bahwa pengertian haji ialah kepergian (kedatangan) menuju Makkah pada bulan-bulan tertentu yakni 10, 11, 12, dan 13 Zulhijah. (Depag: 1993) Kegiatan tersebut dalam rangka melaksanakan berbagai bentuk ibadah tertentu karena Allah SWT.  Menurut Mustafa  Muhammad  Imarah  member pengertian  bahwa  haji  adalah  menyengaja  pergi ke   Baitullah   untuk   beribadah   yang   bersifat khusus dengan melaksanakan rukun-rukun dan wajib  haji. (Mustafa: 19940

Ketika telah memahami pengertian Ibadah Haji para fuqaha telah sepakat bahwa Ibadah Haji hukumnya fardlu ‘ain bagi setiap mukallaf yang telah mencukupi syaratnya maka ia diwajibkan dalam seumur hidupnya. 

Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah ra menunjukkan tugasnya sebagai penegas dan penguat hukum yang telah disyariatkan di dalam Al-Qur’an. Nabi Muhammad menegaskan dan juga memerintahkan bagi semua umat manusia untuk melaksanakan ibadah haji, hal ini dikarenakan Allah telah mewajibkannya. Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Nabi. Apakah Ibadah Haji dilaksanakan setiap tahun, Nabi Muhammad hanya terdiam tanpa menjawab. Hal ini dimaksudkan apabila Nabi menjawab iya, maka beliau takut membebani umatnya dengan melaksanakan ibadah haji setiap tahun sekali.

INTERPRETASI

Asal muasal UU mengenai Ibadah Haji merupakan sebuah RUU usul inisiatif dari DPR. Rancangan tersebut diusulkan oleh 36 orang anggota DPR. RUU tersebut disampaikan dengan surat Nomor 08/LEGNASKESRA/XII/1998 tanggal 18 Desember 1998 kepada Pimpinan DPR dalam rapat paripurna 5 Januari 1999.

Di tanggal 7 Januari 1999 para pengusul RUU memberikan penjelasan dalam rapat Badan Musyawarah. Dalam penjelasan tersebut dikatakan bahwa DPR mengalami krisis citra karena mereka kurang peka terhadap aspirasi masyarakat. Salah satu upaya untuk mendapatkan dukungan dan mengembalikan citra DPR mengupayakan untuk dapat mengoptimalkan penggunaan haknya di bidang perundang-undangan.

Usulan RUU mengenai ibadah haji didukung oleh kelompok kerja Program Legislasi Nasional. Untuk dapat mewujudkan tekad mengajukan RUU sebagai usul inisiatif DPR. Dalam   tanggapannya   atas   Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah    Haji    itu,    pemerintah    menyatakan menyambut baik. Menurut pemerintah, peningkatan    peraturan   perundang-undangan tentang  penyelenggaraan  ibadah  haji  menjadi undang-undang diharapkan dapat lebih meningkatkan perlindungan  kepada  masyarakat yang    melakukan    ibadah    haji.

Pelaksanaan ibadah haji bukan merupakan  proses  yang  sederhana,  melainkan suatu   kegiatan   yang   sangat   kompleks  sebab terkait  dengan  banyak  orang  dan  badan  usaha. Padahal  setiap  tahunnya,  sekitar  230.000  warga Indonesia   melaksanakan   ibadah   haji.   Jumlah yang   cukup   besar   bagi   sebuah   negara   yang mengirimkan warganya ke negara asing. Padahal negara  memiliki  tanggung jawab  akan  jaminan keselamatan  dan kenyamanan  perjalanan  bagi warganya   sehingga   para   jama’ah   bisa melaksanakan ibadahnya dengan baik. Bagaimana alat transportasi yang akan membawa para jama’ah haji dari Indonesia ke Arab Saudi, dari  Jeddah  ke  Makah,  dari  Makah  ke  Arofah, dari  Arofah  ke  Muzdalifah,  dari  Muzdalifah  ke Mina,  dari  Mina  ke Makah  dan  dari  Makah  ke Madina dan kembali lagi ke Indonesia. Ini baru masalah   transportasi,   belum   lagi   konsumsi selama    haji,    pemondokan    di    Makah    dan Madinah,     pembinaan     dan pembimbingan jama’ah  haji  dan  sebagainya.  Di  sinilah  letak timbulnya undang-undang tentang penyelenggaraan ibadah haji akibat adanya proses sosial

EVALUASI

Pasal  ini  merupakan  bentuk  penegasan undang-undang   sebagai   alat   hukum   negara terhadap    hukum    Islam    yang    berada    dan berkembang dalam masyarakat. Sebagai konsekuensi logis dari sikap yang diambil negara terhadap haji bahwa haji adalah kewajiban maka dalam   pelaksanaanya   negara   berusaha   untuk memfasilitasi   segala   kebutuhan   ibadah   haji. Mulai  dari  pembinaan  berupa  pembimbingan selama berada di Indonesia dengan memberikan pengetahuan  seputar  haji  dan  umrah  hingga  di Arab  Saudi.  Pelayanan  akomodasi,  transportasi,

konsumsi,    dan    pelayanan    kesehatan    yang memadai  baik  di  tanah  air,  di perjalanan  hingga di   Arab   Saudi.   Perlindungan   sebagai   warga negara.

REKOMENDASI

Dengan berbagai problematika dalam peribadatan haji pemerintah Indonesia selalu senantiasa berupaya semaksimal mungkin untuk melayani tamu Allah. Kegiatan haji menjadi kesadaran masyarakat muslim Indonesia yang telah mengakar kuat dan membudaya.  Kemudian sebagai bentuk sensitivitas  pemerintah  melihat  fenomena  haji yang terjadi  di  masyarakat  yang  semakin  hari semakin meningkat jumlah   jama’ahnya, memaksa   pemerintah   untuk   membuat   suatu undang-undang   penyelenggaraan   ibadah   haji.

Anisa Rachma Agustina

Tinggalkan Balasan