Artikel

Menulislah Ketika Marah, Galau, dan Sebel!

Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd.

Oleh Hamidulloh Ibda

Kebanyakan, orang umum sering berpesan “jangan ambil keputusan ketika sedang marah”. Ya, pendapat ini ada benarnya dalam konteks tertentu. Namun bagi saya, justru sebaliknya. Dalam konteks mencari ide menulis artikel ilmiah, puisi bisa jadi, marah menjadi momentum ide itu lahir dan tumbuh. Bedakan marah dengan “marah-marah” lo ya. Marah itu wajar, boleh lah meski ada batasan sewajarnya manusia biasa. Namun yang tidak boleh itu marah-marah.

Ketika emosi sedang menggebu, menulis mungkin bukanlah hal pertama yang terlintas dalam pikiran kita. Sebaliknya, kita cenderung mencari pelarian dari emosi yang mengganggu tersebut. Namun, ternyata, menulis saat sedang marah, galau, merasa sebel atau kesal dapat menjadi cara yang sangat efektif untuk mengelola dan bahkan memanfaatkan emosi tersebut dengan produktif.

Menulis Saat Marah?

Ra percoyo? Mari kita telaah lebih dalam mengapa menulis dalam kondisi emosional yang intens bisa menjadi alat yang sangat kuat. Pertama, marah itu naluri, alami, bukan dibuat-buat. Saat itulah, kita bisa melahirkan ide, gagasan, atau minimal kata-kata yang sangat natural, organik, bahkan unik. Liknya pujangga, ilmuwan, atau penulis kondang.

Kedua, ekspresi diri yang murni, alami, autentik. Menulis ketika sedang marah, galau, atau kesal memberikan kesempatan untuk mengekspresikan diri secara autentik. Tanpa harus khawatir tentang penilaian dari orang lain, kita dapat menuliskan pikiran, perasaan, dan pengalaman kita dengan jujur dan terbuka. Ini membantu untuk melepaskan beban emosional yang kita rasakan dan memberikan rasa pemahaman terhadap diri sendiri yang lebih dalam.

Ketiga, memahami akar masalah yang bisa dijadikan sebuah gagasan yang produktif. Seringkali, emosi yang kuat seperti kemarahan atau kesedihan merupakan reaksi terhadap masalah yang lebih dalam. Dengan menulis tentang apa yang kita rasakan dan mengapa kita merasa seperti itu, kita dapat melacak akar masalahnya. Proses ini membantu kita untuk lebih memahami diri sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhi emosi kita, sehingga memungkinkan kita untuk mengatasi masalah dengan lebih efektif.

Keempat, meredakan tensi emosional. Menulis dapat berfungsi sebagai saluran untuk melepaskan ketegangan emosional yang kita rasakan. Dengan menuangkan emosi ke dalam kata-kata, kita dapat meredakan tekanan yang kita rasakan di dalam diri kita. Proses ini mirip dengan memberikan pelampiasan pada tekanan pada sebuah katup, sehingga kita merasa lebih tenang dan lega setelahnya.

Kelima, mengubah energi negatif menjadi positif, kreatif, dan solutif. Terkadang, emosi negatif seperti marah atau kekesalan dapat menjadi sumber energi yang kuat. Dengan menulis tentang emosi tersebut, kita dapat mengarahkan energi negatif tersebut ke dalam penciptaan. Ini bisa menghasilkan tulisan yang penuh dengan emosi yang kuat dan menginspirasi, atau bahkan memicu ide-ide kreatif yang baru.

Keenam, refleksi dan pertumbuhan pribadi. Menulis dalam kondisi emosional yang intens juga dapat menjadi sarana untuk refleksi dan pertumbuhan pribadi. Melalui proses menulis, kita dapat melihat kembali pengalaman kita, mengevaluasi reaksi kita terhadapnya, dan mengidentifikasi area di mana kita dapat berkembang dan memperbaiki diri.

Meskipun menulis dalam keadaan marah, galau, atau kesal mungkin terasa tidak nyaman pada awalnya, namun hal itu dapat menjadi alat yang sangat kuat untuk mengelola emosi dan bahkan mengubahnya menjadi sesuatu yang positif dan produktif. Dengan mengekspresikan diri secara autentik, memahami akar masalah, meredakan ketegangan emosional, mengubah energi negatif menjadi kreativitas, dan melakukan refleksi pribadi, kita dapat menggunakan menulis sebagai sarana untuk pertumbuhan pribadi dan kesejahteraan emosional. Jadi, jangan ragu untuk mengambil pena dan kertas (atau keyboard) ketika emosi sedang memuncak – Anda mungkin akan terkejut dengan apa yang dapat Anda capai.

Harus Marah Dulu?

Ya, masak mau nulis artikel ilmiah harus marah dulu? Maksud saya tidak begitu. Namun, marah, galau, sebal, sedang jatuh cinta, patah hati, di saat itulah kita menyemaikan bahkan meledakkan ide besar. Bahkan, Plato (427 SM-347 SM) pernah mengutarakan bahwa “karena sentuhan cinta setiap orang menjadi penyair”. Ini menegaskan, bahwa ketika orang jatuh cinta, bahkan sebaliknya, dia akan menjadi penyair, penulis, setidaknya Anda mendapatkan ide untuk dijadikan status di WA dan media sosial lainnya.

Nah, dalam konteks ini, ketika seseorang merasa marah, emosi tersebut seringkali menghasilkan respons fisik dan mental yang kuat. Terdapat beberapa alasan mengapa orang bisa mendapatkan ide dalam menulis ketika sedang marah. Pertama, dorongan untuk ekspresi. Marah sering kali merupakan respons terhadap ketidakpuasan atau ketidaksetujuan terhadap situasi atau orang tertentu. Ini bisa menciptakan dorongan yang kuat untuk mengekspresikan diri. Menulis dapat menjadi outlet yang sangat baik untuk menyalurkan emosi tersebut dengan cara yang konstruktif. Proses menulis memungkinkan seseorang untuk merenungkan alasan di balik kemarahan mereka dan menyusun pemikiran mereka dengan lebih teratur.

Kedua, pengalaman emosional yang intens. Emosi yang kuat seperti marah seringkali menghasilkan pengalaman emosional yang intens. Ketika seseorang merasakan emosi dengan begitu kuat, hal itu dapat memicu refleksi mendalam tentang nilai-nilai, keyakinan, atau pengalaman hidup mereka. Proses menulis bisa membantu dalam menguraikan dan mengeksplorasi kompleksitas emosi tersebut, sehingga membuka pintu bagi ide-ide yang lebih mendalam dan substansial.

Ketiga, pemikiran alternatif. Ketika marah, seseorang cenderung mempertimbangkan segala macam kemungkinan dan solusi alternatif untuk situasi yang memicu kemarahan tersebut. Ini bisa mencakup ide-ide tentang bagaimana mengatasi konflik, menyelesaikan masalah, atau mengekspresikan diri dengan lebih baik. Proses menulis memungkinkan seseorang untuk mengeksplorasi berbagai gagasan ini secara lebih terperinci dan sistematis.

Keempat, menggunakan emosi untuk mendorong tindakan utamanya menulis artikel ilmiah. Marah sering kali dianggap sebagai emosi yang negatif, namun jika ditangani dengan benar, emosi ini dapat menjadi dorongan yang kuat untuk melakukan perubahan yang positif. Dalam menulis, seseorang dapat menggunakan kemarahan mereka sebagai motivasi untuk menindaklanjuti ide-ide atau rencana yang mereka rancang. Hal ini dapat mengarah pada penyelesaian masalah yang efektif atau inovasi dalam pemecahan konflik.

Kelima, energik dan fokus yang tinggi. Ketika marah, tubuh melepaskan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol, yang dapat meningkatkan tingkat energi dan membuat seseorang menjadi lebih fokus. Kondisi ini bisa meningkatkan ketajaman mental dan memungkinkan seseorang untuk berpikir secara lebih jernih dan terfokus. Dalam keadaan ini, ide-ide yang mungkin tersembunyi atau sulit diakses dalam keadaan biasa dapat muncul dengan lebih mudah.

Ketika seseorang merasa marah, kondisi emosional tersebut dapat mempengaruhi cara mereka berpikir dan merasakan hal-hal yang mungkin tidak mereka sadari dalam keadaan biasa. Menulis ketika marah bisa membuka pintu bagi ide-ide yang lebih kreatif, mendalam, dan bermakna. Dengan memanfaatkan energi dan fokus yang tinggi, dorongan untuk ekspresi, pengalaman emosional yang intens, pemikiran alternatif, dan motivasi untuk bertindak, seseorang dapat menemukan kekuatan luar biasa dalam mengeksplorasi dan menghasilkan ide-ide yang kuat dalam karya tulis mereka.

Jadi, masihkah Anda menunggu marah untuk menulis artikel ilmiah? Wah!

*Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd., penulis lahir di Pati, 17 Juni. Saat ini menjadi dosen Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung, Koordinator Gerakan Literasi Ma’arif (GLM) LP. Ma’arif NU PWNU Jawa Tengah 2018-2023, Kabid Media, Hukum, dan Humas Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah 2020-sekarang, pengurus Lembaga Ta’lif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) PCNU Kabupaten Temanggung 2019-2024, aktif menjadi reviewer 18 jurnal internasional terindeks Scopus, reviewer 9 jurnal internasional, editor dan reviewer 25 jurnal nasional.

admin
the authoradmin

Tinggalkan Balasan