Biodata Artikel
Judul: Urgensi Pemertahanan Bahasa Ibu di Sekolah Dasar
Jurnal: Shahih
Penulis: Hamidulloh Ibda
Akreditasi
Url: https://ejournal.uinsaid.ac.id/index.php/shahih/article/view/980
DESKRIPSI
Bahasa Indonesia berkembang secara pesat dan memilki sifat dinamis. Setiap tahun, bulan bahkan minggu selalu ada bahasa baru yang mucul karena sebuah perilaku, budaya dan pengaruh globalisasi abad 21 yang menjadi semakin kompleks. (Hamidulloh Ibda, 2017) Perkembangan teknologi ikut andil dalam perkembangan bahasa di Indonesia. Masyarakat dari usia belia hingga manula selalu membuka jejaring sosial setiap waktu. Arus informasi yang amat pesat membuat akulturasi bahasa dapat diserap dengan mudah.
Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa nasional kini sudah tidak perawan lagi, sebagian orang mencampuradukan bahasa tersebut dengan bahasa Inggris bahkan menggunakan bahasa gaul sebagai media komunikasi. Generasi milenial lebih mengenal kata literally, whic is (wicis), basically, not yet, dan beberapa kata serapan lainnya. Identitas bahasa Indonesia semakin luntur dengan hadirnya penggunaan bahasa serapan ini. Anak muda lebih suka menggunakan bahasa serapan dari pada bahasa baku yang dianggap kuno. Mereka sungkan menggunakan bahasa daerah karena dianggap katrok.
Apabila bahasa daerah tida dilestarikan dan dituturkan akan ada kemungkinan ia akan dilupakan dan punah. Maka dari itu dalam sebuah penelitian dari Hamidulloh Ibda ia mengungkapkan mengenai pentingnya mempertahankan bahasa ibu. Secara kajian linguistik, bahasa ibu disebut mother tongue atau native language yang lebih dominan didapat dari “pemerolehan bahasa” bukan “pembelajaran bahasa”. Hal itu sesuai pendapat Chaer (2002) bahwa bahasa ibu diperoleh melalui pemerolehan bahasa, yaitu suatu proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Dalam penelitiannya Ibda mengungkapkan bahwa seorang anak yang lahir dan besar di Jawa, sangat berkemungkinan akan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu. Begitupula anak yang lahir di Sunda ia akan menggunakan bahasa sunda, sesuai dengan domisili dan adat yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Sekolah sebagai lembaga pendidikan dimana anak menghabiskan setenggah hari untuk berada disana menjadi tempat yang potensial untuk mengembangkan bahasa ibu.
Bahasa ibu dalam pendidikan terutama dalam pembelajaran bahasa, berkaitan dengan catur tunggal kemampuan berbahasa. Tarigan (1994) menjelaskan keterampilan berbahasa Indonesia mencakup keterampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Dalam pembelajaran bahasa, baik Bahasa Indonesia maupun bahasa daerah, sudah seharusnya pemertahanan bahasa ibu menjadi program utama agar anak-anak memiliki ketahanan bahasa dari gempuran bahasa asing.
INTERPRETASI
Secara konseptual, kata dasar pembelajaran adalah “belajar”. Belajar yang dimaksud di sini adalah belajar bahasa di sekolah atau lembaga formal, khususnya di SD/MI. Menurut Suyono dan Muslikh (1996), pembelajaran bahasa, sebagaimana pembelajaran pada umumnya, berkaitan dengan banyak aspek, seperti hakikat dan fungsi hal yang diajarkan, tujuan pembelajaran, pemilihan dan pengembangan bahan ajar, penciptaan pengalaman belajar, media dan sumber belajar, dan model penilaian.
Sekolah dasar dan madrasah sebagai lembaga pendidikan awal menjadi pionir dimana bahasa ibu dapat dibiasakan. Adanya muatan lokal sebuah pelajaran tentang bahasa daerah pada lembaga pendidikan merupakan salah satu upaya pemertahanan bahasa ibu dalam sekolah. Santoso, dkk (2009) mengungkapkan bahwa cakupan pembelajaran bahasa di SD akan sukses jika terdiri atas beberapa tahapan. Pertama, pendakatan pembelajaran bahasa. Kedua, kajian kurikulum bahasa. Ketiga, Sistem fonolofi, ejaan dan morfologi bahasa. Keempat, sintaksis bahasa. Kelima, pembelajaran keterampilan berbahasa di SD. Keenam, konsep penilaian pembelajaran keterampilan berbahasa. Ketujuh, pembelajaran apresiasi satra. Kedelapan, adanya pendukung buku termasuk kamus, pedoman pembentukan kata, istilah dan ejaan bahasa yang tepat.
Penguasaan bahasa seorang anak dimulai dari pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu (B1). Proses pemerolehan bahasa pertama anak berlangsung sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan sekitarnya. Setelah anak memeroleh bahasa pertama, pada usia tertentu anak akan memperoleh bahasa kedua (B2) yang dikenal sebagai khazanah pengetahuan yang baru. (Hamidulloh Ibda, 2017)
Lestarinya sebuah bahasa daerah berada pada tangan orang tua dan guru. Harus adanya sinergi antara orang tua dan guru untuk mewujudkan pemertahanan bahasa ibu. Setiap sekolah harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengenal bahasa ibu seperti dengan membuat aturan penggunaan bahasa daerah pada hari tertentu. Jadi pada hari tersebut anak dan guru dalam pembelajaran maupun di luar kelas harus menggunakan bahasa daerah dari berangkat hingga pulang.
EVALUASI
Setiap daerah memiliki keunikan dan corak bahasanya masing-masing hal ini harus dilestarikan dan dikenalkan pada anak sejak dini. Dilansir dari kompas.com di Indonesia terdapat 12 aksara lokal yang membuktikan kebhinekaan. Aksara tersebut meliputi: aksara Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis/Lontar, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Madailing, dan Kerinci/Rencong. (Kompas.com 20/01/2017) Dari berbagai aksara yang ada ketrambilan berbahasa merut Tarigan harus diimplemtasikan.
Ajarkan anak untuk mengenal, melafalkan, menyimak, membaca dan menulis. Pengetahuan baru yang akan sangat bermanfaat untuk keberlangsungan lestarinya bahasa daerah di bumi Nusantara. Pemertahanan yang dimaksud tidak sekadar dalam komunikasi di sekolah, melainkan harus terstruktur rapi, terkonsep ilmiah karena bahasa ibu memiliki keunikan daripada bahasa kedua. Maka harus ada konsep pembelajaran bahasa ibu yang mendukung upaya pemertahanan bahasa ibu sebagai bahasa pertama bagi anak-anak. (Hamidulloh Ibda, 2017). Kontruksi budaya dalam sebuah daerah sangat ditentukan dari bahasa yang dilestarikan masyarakat tersebut. Semakin halus, unik, berbeda dan berkarakter, maka suatu masyarakat akan semakin bagus budayanya karena memilki marwah tersendiri. (Hamidulloh, 2017)
REKOMENDASI
Penelitian ini membuat kita sadar bahwa semakin hari bahasa ibu semakin tergerus, apabila tidak dilestarikan khususnya pada lembaga pendidikan yang menjadi tempat belajar bagi anak. Lama-lama bahasa ibu akan hilang, mempertahankan bahasa ibu menjadi tugas setiap elemen masyarakat. Orang tua memiliki andil untuk mempertahankan bahasa di rumah, guru dan stake holder di sekolah memiliki peran mempertahankan bahasa ibu di lingkungan sekolah.