Judul: Kontruksi Budaya Sekolah Sebagai Wadah Internalisasi Nilai Karakter
Jurnal: At-Tajdid : Jurnal Ilmu Tarbiyah
Penulis: Husna Nashihin
Akreditasi:
Url: https://ejournal.isimupacitan.ac.id/index.php/tajdid/article/view/147/60
DESKRIPSI
Berbagai problematika dalam dunia pendidikan seperti hancurnya moral, maraknya ketidakadilan, tipisnya rasa solidaritas dalam lingkup pendidikan membuat pentingnya untuk mengimplementasikan nilai pendidikan karakter. Ketika masalah moral menjadi masalah yang kompleks sebagai bangsa Indonesia.
Kompleksitas permasalahan tersebut meliputi permasalahan kenakalan remaja, pelajar, bahkan juga kenakalan anggota masyarakat yang sudah menjadi “orang tua”. Selain itu, guru yang secara ideal seharusnya menjadi sosok keteladanan juga sudah terjangkiti permasalahan akhlak dan moral, seperti korupsi, penipuan, bahkan tindakan amoral baik antara guru dengan guru maupun antara guru dengan siswanya. Bahkan, secara empiris penulis yang juga sebagai tenaga pendidik dosen sering menyaksikan tindakan korupsi secara langsung, seperti korupsi pencairan dana pendidikan oleh pihak-pihak yang terkait dengan dana pendidikan tersebut. (Husna Nashihin: 2019)
Berbagai kasus kriminalitas terjadi pelakunya adalah anak dan remaja usia sekolah. Dalam penelitian ini disajikan data di tahun 2012 mencapai 128 kasus. Jumlah angka kriminalitas ini meningkat dibandingkan dengan data pada tahun 2011 yang mencapai 125 kasus.2 Selain itu, pada tahun 2008 remaja korban narkoba di Indonesia ada 1,1 juta orang atau 3,9% dari total jumlah korban. Kemudian berdasarkan data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta, pelajar SD, SMP, dan SMA yang terlibat tawuran mencapai 0,08% atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.647.835 siswa di DKI Jakarta.
Hal ini memacu seluruh elemen dalam pendidikan untuk bahu membahu membenahi pendidikan karakter pada peserta didik. Diperlukannya metode pendidikan karakter yang strategis dan alternatif. Metode pendidikan karakter yang srategis dan alternatif harus lebih mengedepankan penanaman karater dengan mengedepankan strategi pembangunan motivasi intrinsik atau kesadaran internal terlebih dahulu disamping juga nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan.
Salah satu saran dari penulis ialah Sebaik apapun metode pendidikan karakter yang digunakan, apabila dilaksanakan tanpa mengedepankan kesadaran dari siswa terlebih dahulu untuk menerima karakter yang ditanamkan, maka hal itu sangatlah sulit untuk terealisasi secara maksimal.
Ketika kesadaran dalam diri anak telah tumbuh maka akan lebih mudah untuk menginternalisasikan pendidikan karakter. Setelah kesadaran tertanam dengan baik, maka tentunya karakter-karakter yang akan ditanamkan dalam proses pendidikan akan dapat diterima dan terinternalisasi secara bai. (Husna Nashihin, 2019)
INTERPRETASI
Dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Doni Koesoema A menjelaskan bahwa karakter dapat dilihat dari dua hal, yaitu pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan pada diri kita. Karakter yang demikian dianggap sebagai sesuatu yang telah ada (given). Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan bilamana seseorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebut sebagai proses yang dikehendaki (willed).
Ketika telah menilik pengertian karakter kini saatnya kita mengkaji mengenai pendidikan karakter menurut Kemendiknas. Pendidikan karakter merupakan usaha menanamkan nilai-nilai perilaku manusia berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Terdapat tiga komponen pendidikan karakter menurut Lickona yakni:
- Moral Knowing, yaitu pengetahuan tentang moral yang penting untuk dijabarkan.
- Moral Feeling, yaitu perasaan tentang moral. Aspek ini harus ditanamkan kepada siswa karena merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Pada komponen ini anak dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik yang dia lakukan. Jika kecintaan ini sudah tertanam, maka hal ini akan menjadi kekuatan yang luar biasa dalam diri anak untuk melakukan kebaikan dan mengerem perbuatan negatif.
- Moral Action, yaitu perbuatan moral yang dapat membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Pada tahap ini anak dilatih untuk mengerjakan apa yang sudah diketahui dan dirasakan.
Sedangkan menurut Lickona prinsip pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
- Nilai nilai etika inti hendaknya dikembangkan, sementara nilai nilai kinerja pendukungnya dijadikan sebagai dasar atau pondasi.
- Karakter hendaknya didefinisikan secara komprehensif, sehingga mencaku pikiran, perasaan dan perilaku.
- Pendekatan yang digunakan hendaknya komprehensif, disengaja, dan proaktif.
- Ciptakan kemunitas sekolah yang penuh perhatian, memberi peserta didik kesempatan untuk melakukan tindakan moral.
- Membuat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter dan membantu mereka untuk berhasil.
- Berusaha mendorong motivasi diri peserta didik.
- Melibatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral.
- Melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai mitra.
- Evaluasi pendidikan karakter
Pendidikan karakter berbasis budaya pesantren adalah salah satu kunci keberhasilan dari pendidikan karakter yang diterapkan dalam sebuah pesantren. Darmiyati menyimpulkan Dalam konteks pendidikan nasional, pendidikan karakter memiliki beberapa fungsi strategis, yakni:
- Pengembangan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
- Perbaikan perilaku yang kurang baik dan penguatan perilaku yang sudah baik
- Penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila
EVALUASI
Budaya sekolah sebenarnya sudah menjadi hal biasa dan umum dilaksanakan oleh personil sekolah. Budaya sekolah dalam pendidikan karakter dijadikan sebagai wadah internalisasi karakter yang efektif, budaya ini harus dikonstruksikan secara sistematis dan terencana sebagaimana konsepsi yang dibangun dalam dunia pendidikan. Internalisasi karakter yang menggunakan budaya sekolah adalah sebuah pembiasaan yang baik.
Adapun skema budaya dan pembiasaan karakter mengisyaratkan harus adanya sistem yang integral antara kurikulum, budaya sekolah, masyarakat, dan personil sekolah dalam melaksanakan pembiasaan karakter ini.
REKOMENDASI
Setiap elemen pendidikan yang menemukan berbagai problematika dengan akhlak dan kenakalan remaja, sudah seyogyanya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter pada peserta didik. Ketika telah melaksanakan pendidikan karakter saatnya sekolah membiasakan peserta didik dengan budaya sekolah yang baik, untuk menunjang keberlangsungan pendidikan yang ada.