Distingsi.com – Pepatah Jawa berbunyi “Dicuthat Kaya Cacing” atau “Dicutat Kaya Cacing” bermakna diusir dengan cara yang kejam sekali. Pepatah atau peribahasa Jawa Dicuthat Kaya Cacing ini telah tertulis dalam buku karya Prihatmi dkk (2003) yang mengulas banyak pepatah Jawa, paribasan, pasemon, unen-unen yang berisi visualisasi watak dan karakter manusia.
Peribahasa “Dicuthat kaya cacing” merupakan ungkapan yang memiliki makna yang dalam, meskipun terlihat sederhana. Ungkapan ini menggambarkan situasi di mana seseorang atau sesuatu diusir atau ditolak dengan sangat kejam dan tanpa belas kasihan, mirip dengan bagaimana cacing dikeluarkan dari tanah secara kasar. Mari kita telusuri lebih dalam makna dan konteks dari peribahasa ini.
Asal Usul Peribahasa Dicuthat Kaya Cacing
Peribahasa ini kemungkinan berasal dari observasi manusia terhadap perlakuan terhadap cacing atau makhluk lain yang dianggap remeh. Cacing seringkali dianggap tidak berharga atau tidak dihargai, sehingga tindakan kasar terhadap mereka dianggap sebagai hal yang wajar. Dari sinilah muncul analogi untuk menyatakan perlakuan kasar yang dilakukan terhadap seseorang atau sesuatu.
Makna dan Konteks
“Dicuthat kaya cacing” menggambarkan tindakan penolakan atau pengusiran yang kejam dan tanpa belas kasihan. Ini bisa mengacu pada situasi di mana seseorang diabaikan atau ditolak dengan sangat kasar, tanpa mempertimbangkan perasaan atau martabat mereka. Tindakan ini bisa dilakukan secara fisik, emosional, atau sosial.
Pepatah “diusir dengan cara yang kejam sekali” menggambarkan situasi di mana seseorang atau sesuatu diusir atau ditolak dengan sangat kasar dan tanpa belas kasihan. Ini menggambarkan perlakuan yang tidak manusiawi atau tidak adil terhadap seseorang atau sesuatu, yang bisa berdampak secara emosional maupun fisik.
Dalam konteks pepatah ini, “diusir” tidak hanya merujuk pada pengusiran fisik seseorang dari suatu tempat, tetapi juga mencakup penolakan sosial, penolakan pekerjaan, atau perlakuan tidak adil secara umum. Kata “kejam sekali” menekankan bahwa tindakan tersebut tidak hanya kasar, tetapi juga sangat tidak manusiawi dan tidak berperikemanusiaan.
Pepatah ini mengajarkan pentingnya sikap belas kasihan dan empati dalam interaksi kita dengan sesama manusia. Ini juga mengingatkan kita untuk tidak melupakan martabat dan harga diri orang lain, bahkan dalam situasi konflik atau ketidaksepakatan. Dengan memahami makna pepatah ini, kita diingatkan untuk selalu memperlakukan orang lain dengan hormat dan keadilan, serta berusaha untuk memperjuangkan perdamaian dan kesetaraan dalam hubungan kita.
Contoh Penggunaan
Misalnya, dalam konteks hubungan sosial, peribahasa ini dapat menggambarkan bagaimana seseorang dikecam atau dijauhi oleh lingkungan sekitarnya tanpa alasan yang jelas atau dengan kejamnya. Ini juga dapat digunakan dalam konteks politik atau profesional, untuk menyatakan perlakuan tidak adil atau tindakan yang merugikan terhadap individu atau kelompok tertentu.
Pesan Moral
Peribahasa ini mengajarkan kita untuk lebih memperhatikan cara kita memperlakukan orang lain. Bahwa kejamnya perlakuan yang kita lakukan terhadap orang lain tidak pantas dilakukan, sama seperti kejamnya memperlakukan cacing tanpa belas kasihan. Kita diingatkan untuk selalu memperlakukan orang lain dengan hormat dan empati, tanpa memandang status atau posisi mereka dalam masyarakat.
Dengan merenungkan makna peribahasa ini, kita dapat menjadi lebih sadar akan dampak kata dan tindakan kita terhadap orang lain, dan memperjuangkan sikap yang lebih bijaksana dan penuh kasih dalam interaksi kita sehari-hari. (Dst33/esai).