Distingsi.com – Pepatah Jawa yang terkenal, “Iso Ngajar Ora Iso Nglakoni” atau “Bisa Ngajar Ora Bisa Nglakoni” menggambarkan prinsip bahwa seseorang mungkin memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengajar orang lain, tetapi tidak selalu mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pepatah ini mengandung makna mendalam tentang pentingnya konsistensi dan integritas dalam tindakan kita. Seseorang dapat menjadi pandai dalam memberikan nasihat atau mengajarkan keterampilan kepada orang lain, namun jika tidak mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan pribadi, kebenaran itu menjadi sia-sia.
Hal ini mengingatkan kita bahwa menjadi guru bukan hanya tentang memberikan instruksi, tetapi juga tentang menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Bagaimana kita hidup, bertindak, dan berperilaku sehari-hari memiliki dampak yang lebih besar daripada kata-kata yang kita sampaikan.
Dalam masyarakat Jawa, pepatah ini sering digunakan untuk mengingatkan orang agar tidak hanya berkata-kata tanpa tindakan nyata. Hal ini menekankan pentingnya kesesuaian antara apa yang kita ajarkan dan apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan memahami makna pepatah ini, kita diingatkan untuk selalu konsisten dalam menjalani nilai-nilai yang kita ajarkan kepada orang lain. Bukti dari kebenaran kata-kata kita dapat ditemukan dalam tindakan nyata yang konsisten dengan ajaran kita.
Pengertian Pepatah Jawa Jarkoni (Iso Ngajar Ora Iso Nglakoni)
Pepatah Jawa “Iso Ngajar Ora Iso Nglakoni” menurut penelusuran redaksi distingsi.com secara harfiah berarti “Bisa mengajar, tidak bisa melaksanakan.” Pepatah ini menggambarkan situasi di mana seseorang memiliki pengetahuan atau keterampilan untuk mengajar atau memberi nasihat kepada orang lain, namun tidak mampu atau tidak mau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut dosen Bahasa Jawa Inisnu Temanggung Andrian Gandi Wijanarko (2024) pepatah ini menyoroti kesenjangan antara kata-kata dan tindakan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pengetahuan atau keterampilan tertentu, hal itu tidak berarti bahwa mereka selalu menggunakan atau mengamalkannya dengan benar dalam kehidupan mereka sendiri. Ini bisa menjadi pengingat bahwa konsistensi antara ajaran dan perilaku sangat penting.
Dalam konteks budaya Jawa, pepatah ini sering digunakan untuk menekankan pentingnya integritas dan konsistensi dalam tindakan seseorang. Hal ini juga dapat diartikan sebagai peringatan agar tidak hanya berbicara tanpa tindakan nyata, dan bahwa bukti kebenaran terletak dalam tindakan yang sesuai dengan kata-kata yang diucapkan.
Pepatah “Bisa Mengajar Tapi Tidak Bisa Melakukan” menggambarkan situasi di mana seseorang memiliki kemampuan untuk memberikan instruksi, nasihat, atau panduan kepada orang lain tentang bagaimana melakukan sesuatu, namun tidak mampu atau tidak mau menerapkan pengetahuan atau keterampilan tersebut dalam kehidupan pribadinya.
Dalam konteks ini, “bisa mengajar” menunjukkan bahwa seseorang memiliki pengetahuan atau keahlian yang cukup untuk memberikan arahan kepada orang lain, sedangkan “tidak bisa melakukan” menunjukkan bahwa orang tersebut tidak mampu atau tidak mau mempraktikkan apa yang diajarkan kepada orang lain.
Pepatah ini sering digunakan untuk menyoroti kesenjangan antara kata-kata dan tindakan seseorang, serta pentingnya konsistensi dalam perilaku. Hal ini menekankan bahwa kebenaran sejati terletak dalam tindakan yang sesuai dengan ajaran atau nasihat yang diberikan, bukan hanya dalam kata-kata yang diucapkan.
Dengan demikian, pepatah ini mengajarkan nilai-nilai tentang integritas, konsistensi, dan kesesuaian antara ajaran dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Makna Pepatah Jawa “Iso Ngajar Ora Iso Nglakoni”
Pepatah Jawa “Iso Ngajar Ora Iso Nglakoni” memiliki makna mendalam tentang pentingnya konsistensi antara apa yang diajarkan dan apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Secara harfiah, pepatah ini menyatakan bahwa seseorang mungkin memiliki kemampuan untuk mengajar atau memberi nasihat kepada orang lain, namun tidak selalu mampu atau mau menerapkannya dalam kehidupan pribadi.
Makna pepatah ini mencerminkan pentingnya integritas dan konsistensi dalam perilaku seseorang. Hanya memiliki pengetahuan atau keterampilan tidaklah cukup; yang lebih penting adalah kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam tindakan nyata. Pepatah ini mengingatkan kita bahwa kebenaran sejati terletak bukan hanya dalam kata-kata yang diucapkan, tetapi dalam tindakan yang konsisten dengan ajaran atau nasihat yang diberikan.
Dalam konteks budaya Jawa, pepatah ini sering digunakan untuk menekankan pentingnya integritas dan konsistensi dalam perilaku seseorang. Hal ini juga merupakan peringatan bahwa kesenjangan antara kata-kata dan tindakan dapat merusak reputasi seseorang dan kepercayaan orang lain terhadapnya. Oleh karena itu, pepatah ini mengajarkan nilai-nilai tentang kejujuran, konsistensi, dan kesesuaian antara ajaran dan tindakan.
Pepatah Jawa “Bisa Mengajar Tapi Tidak Bisa Melakukan” mencerminkan pentingnya konsistensi antara apa yang diajarkan dan apa yang dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Secara harfiah, pepatah ini menyiratkan bahwa seseorang mungkin memiliki kemampuan untuk memberikan arahan, nasihat, atau pengajaran kepada orang lain, namun tidak mampu atau tidak mau menerapkannya dalam kehidupan mereka sendiri.
Makna pepatah ini menyoroti kesenjangan antara kata-kata dan tindakan. Seseorang yang bisa memberikan pengajaran atau nasihat kepada orang lain, tetapi tidak mampu atau tidak mau mempraktikkan apa yang diajarkan, menunjukkan ketidak-konsistensi dalam perilaku mereka. Ini bisa menimbulkan keraguan atau kehilangan kepercayaan dari orang lain terhadap keaslian atau integritas mereka.
Pepatah ini juga dapat menunjukkan bahwa memiliki pengetahuan atau keterampilan tidaklah cukup jika tidak diikuti oleh tindakan yang konsisten. Konsistensi antara apa yang diajarkan dan apa yang dilakukan merupakan indikator penting dari kejujuran, integritas, dan kesesuaian antara ajaran dan tindakan.
Dengan demikian, pepatah ini mengajarkan pentingnya integritas dalam kata-kata dan tindakan seseorang, serta mengingatkan kita bahwa kebenaran sejati terletak dalam konsistensi perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut.
Jarkoni Menurut Islam
Dalam Islam, Jarkoni bisa disebut sebagai tipe atau ciri orang munafik, karena apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang dilakukan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat As-Shaff Ayat 3.
كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ
Arab-Latin: Kabura maqtan ‘indallāhi an taqụlụ mā lā taf’alụn
Artinya: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Pernyataan tersebut mencerminkan pemahaman bahwa seseorang mungkin memiliki pengetahuan atau kemampuan untuk memberikan nasihat atau mengajarkan sesuatu kepada orang lain, tetapi mungkin tidak selalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan benar atau konsisten. Dalam konteks Islam, ide tersebut mungkin dapat dilihat sebagai pengingat bahwa penting untuk tidak hanya berbicara tentang ajaran agama, tetapi juga untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam Islam, konsep ini terkait dengan pentingnya amal perbuatan atau praktik nyata dalam menjalani ajaran agama. Hanya memiliki pengetahuan tentang agama tanpa mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata bisa dianggap sebagai bentuk kegagalan dalam menjalankan ajaran Islam secara menyeluruh. Dalam Al-Qur’an dan Hadis, Allah dan Nabi Muhammad SAW mendorong umatnya untuk mengamalkan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan, bukan hanya berbicara atau mengajar tentangnya.
Sebagai contoh, seseorang mungkin dapat mengajar tentang pentingnya kesabaran dalam agama Islam, tetapi sejauh ia tidak menerapkan kesabaran tersebut dalam kehidupannya sendiri saat dihadapkan pada cobaan atau tantangan, pengajarannya mungkin tidak memiliki dampak yang kuat atau meyakinkan bagi orang lain. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk tidak hanya menjadi pengetahuan tentang agama, tetapi juga berusaha untuk mengimplementasikan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Penerapan Pepatah Jawa Jarkoni (Iso Ngajar Ora Iso Nglakoni)
Penerapan pepatah Jawa “Iso Ngajar Ora Iso Nglakoni” dapat diilustrasikan dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari. Pertama, Pendidikan. Seorang guru yang memberikan pelajaran tentang pentingnya disiplin dan kerja keras kepada siswanya, namun tidak menunjukkan konsistensi dalam menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan pribadinya, tidak akan mendapatkan respek atau kepercayaan dari siswa. Penerapan pepatah ini akan menekankan pentingnya guru sebagai contoh yang baik bagi siswa, bukan hanya sebagai sumber pengetahuan.
Kedua, Kepemimpinan. Seorang pemimpin yang memberikan arahan kepada bawahannya tentang integritas dan etika kerja, namun tidak menjalankan prinsip-prinsip tersebut dalam tindakannya sendiri, akan kehilangan kepercayaan dari timnya. Penerapan pepatah ini menyoroti pentingnya konsistensi dalam perilaku pemimpin sebagai contoh yang menginspirasi bagi orang lain.
Ketiga, Konsultasi atau Nasihat. Seorang konsultan atau penasihat yang memberikan saran kepada klien tentang bagaimana mengelola keuangan mereka dengan bijaksana, namun menghadapi masalah keuangan sendiri karena kekurangan pengelolaan, tidak akan dianggap sebagai sumber yang dapat diandalkan. Penerapan pepatah ini menekankan pentingnya kesesuaian antara nasihat yang diberikan dan tindakan yang diambil oleh penasihat itu sendiri.
Keempat, Kehidupan Pribadi. Di tingkat pribadi, pepatah ini mengajarkan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai dan pengetahuan yang kita miliki dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, jika seseorang memberikan nasihat kepada teman tentang pentingnya menjaga kesehatan dengan rajin berolahraga, namun tidak melakukan olahraga sendiri, hal itu akan menunjukkan ketidak-konsistensi dan mungkin membuat nasihatnya kurang berharga.
Dalam semua konteks ini, penerapan pepatah “Iso Ngajar Ora Iso Nglakoni” menyoroti pentingnya konsistensi antara kata-kata dan tindakan sebagai kunci untuk membangun kepercayaan, integritas, dan pengaruh yang positif dalam hubungan sosial dan profesional.
Pepatah “Bisa Mengajar Tapi Tidak Bisa Melakukan” menyiratkan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk memberikan pengajaran, arahan, atau nasihat kepada orang lain tentang bagaimana melakukan sesuatu, tetapi mereka sendiri tidak mampu atau tidak mau menerapkannya dalam kehidupan pribadinya.
Makna dari pepatah ini adalah bahwa memiliki pengetahuan atau keterampilan untuk mengajar bukanlah jaminan bahwa seseorang akan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang bisa memberikan nasihat tentang moralitas, disiplin, atau keterampilan tertentu kepada orang lain, tetapi tidak mengikuti nasihat tersebut dalam tindakan mereka sendiri, dianggap tidak konsisten atau tidak kredibel.
Pepatah ini mengajarkan tentang pentingnya konsistensi antara kata-kata dan tindakan, serta integritas dalam perilaku. Seseorang yang hanya bisa mengajar namun tidak mampu melaksanakan apa yang diajarkan, seringkali dianggap kurang dapat diandalkan atau kurang dipercaya oleh orang lain.
Dengan demikian, pepatah ini menekankan bahwa kebenaran sejati terletak bukan hanya dalam pengajaran atau nasihat yang diberikan, tetapi juga dalam kemampuan untuk mempraktikkannya dalam kehidupan pribadi. Pepatah ini mengingatkan kita akan pentingnya konsistensi, integritas, dan kesesuaian antara kata-kata dan tindakan dalam menjalani kehidupan. (Dst22/HI/esai)