Judul: Pencegahan Stunting Melalui Kader Bina Keluarga Balita (BKB) di Dusun Ponoradan Desa Tanjungsari Kecamatan Tlogomulyo
Jurnal: Jurnal Pengabdian Masyarakat Bestari (JPMB)
Penulis: Husna Nashihin, Yenny Aulia Rachmank, Triana Hermawati, Ahmad Aji Pangestu, Ulya Muyasaroh
Akreditasi:
Url: https://journal.formosapublisher.org/index.php/jpmb/article/view/611/481
DESKRIPSI
Stunting atau gagal tumbuh baik secara fisik maupun non fisik. Penyebab dari stunting antara lain adalah kurangnya asupan gizi dalam waktu yang lama, hingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak (kurang tinggi dari standar usianya). Selain asupan gizi, pola asuh anak juga sangat penting bagi pertumbuhan anak (Ramadianti & Syofiana, 2022), sehingga anak menjadi cerdas.
Pada tahun 2019 berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), “prevalensi stunting di Indonesia mencapai 27,7% (Candarmaweni & Rahayu, 2020). Hal ini berarti, sekitar satu dari empat anak balita (lebih dari delapan juta anak) di Indonesia mengalami stunting. Angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 20%” (Munir et al., 2021)
Data tersebut sangat memprihatinkan, karena generasi kedepan jika memiliki generasi yang kurang cerdas. Salah satu pencegahan yang pemerintah lakukan untuk mengurangi angka stunting di Indonesia adalah melalui Bina Keluarga Balita (BKB). Menurut Pemerintah Desa Baruga, “BKB adalah kegiatan yang mengelola tentang pembinaan tumbuh kembang anak melalui pola asuh yang benar berdasarkan kelompok umur (Oktriyanto, 2017) yang dilakukan oleh sejumlah kader, BKB ini merupakan upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran ibu serta anggota keluarga lain dalam membina tumbuh kembang balitanya melalui rangsangan fisik, motorik, kecerdasan, sosial, emosional, serta moral (Islamiyah et al., 2020) yang berlangsung dalam proses interaksi antara ibu atau anggota keluarga lainnya dengan anak balita”.
Dari pengertian BKB tersebut, maka dapat diketahui tujuan diadakannya BKB adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan orang tua dalam mengasuh anak yang dilakukan menggunakan beberapa metode dalam mengukur tumbuh dan kembang anak yang sesuai.
Tujuan dari program tersebut adalah untuk menekankan pada pembangunan manusia usia dini, baik fisik, mental, intelektual, sosial, dan moral meningkatkan keterampilan orang tua dan anggota keluarga lainnya (Husna Nashihin, 2018). Dari program di atas, idealnya kegiatan BKB dilakukan sebulan sekali, sedangkan untuk materi pengasuhan tumbuh kembang harus sesuai dengan usia anak dan diselesaikan dalam satu tahun sesuai dengan usia anak. Kegiatan BKB sangatlah penting (Supriyatun, 2021)
Dari program di atas, idealnya kegiatan BKB dilakukan sebulan sekali, sedangkan untuk materi pengasuhan tumbuh kembang harus sesuai dengan usia anak dan diselesaikan dalam satu tahun sesuai dengan usia anak. Kegiatan BKB sangatlah penting (Supriyatun, 2021)
Ketika orang tua mampu mengetahui tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya, dan apabila ada hal yang tidak diinginkan terjadi, maka akan langsung teratasi dengan adanya rujukan. sesuai dengan kebutuhan balita. Jadi, dapat dikatakan BKB juga sebagai kegiatan untuk mengantisipasi gagal tumbuh (Husna Nashihin, 2019) ataupun gagal berkembang (stunting) pada balita. Untuk memudahkan hal tersebut, minimal dibutuhkan 5 orang untuk menjadi kader BKB, dengan pembagian tugas sesuai umur. Akan lebih baik jika ada 10 kader, 5 kader menjadi guru untuk ibu balita, dan 5 kader memantau tumbuh kembang balita
INTERPRETASI
Kegiatan yang dilaksanakan BKB telah diketahui oleh berbagai kalangan masyarakat. Penelitian mengenai pencegahan stunting melalui BKB ini dilaksanakan di Dusun Ponoradan Desa Tanjungsari Kecamatan Tlogomulyo. Dalam jurnal ini dijelaskan bahwa ketika menjadi seorang kader memang harus lillahi ta’ala, berlapang dada atau tidak mengharapkan upah/honor sama sekali. Berdasarkan idealitas yang tidak selaras dengan realitas BKB di Dusun Ponoradan, dapat dilihat bahwa permasalahan yang timbul di masyarakat adalah kurangnya pemahaman pentingnya kegiatan BKB untuk memantau tumbuh kembang anak dan menjadikan antisipasi dini untuk anak yang gagal tumbuh maupun berkembang (mencegah stunting).
Pemberian edukasi harus dilakukan kepada para calon kader BKB yang dipandang mampu dan dapat disetujui oleh Ibu Kepala Desa Tanjungsari. ketika kegiatan edukasi telah dilaksanakan, maka langkah selanjutnya adalah perekrutan kader baru. Tujuannya adalah supaya kader memahami materi yang harus disampaikan ketika kegiatan BKB berlangsung.
Dalam hal ini, peneliti sangat terkesan untuk mewujudkan terlaksananya kegiatan BKB di Dusun Ponoradan dengan kader yang mumpuni, hingga terwujudnya tujuan kegiatan BKB dengan menghasilkan orang tua yang benar dalam mengasuh anak (Husna Nashihin, 2017). memantau tumbuh kembang anak, dan meminimalisir gagal tumbuh kembang anak (Supariasa & Purwaningsih, 2019) atau biasa disebut dengan stunting. Hingga terwujudnya generasi penerus bangsa yang berprestasi.
Tingginya angka stunting di Indonesia adalah hal yang membuat pemerintah melakukan berbagai cara untuk dapat mengatasinya. Ketika telah memahami tujuan diadakannya BKB peneliti menemukan beberapa hal antara lain: di Desa Tanjungsari kegiatan BKB belum berjalan, bahkan belum ada kader yang bertugas untuk melakukan BKB. Program yang sudah berjalan hanya Posyandu, balita hanya diukur timbang berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala secara berkala. Hal ini dilakukan hanya untuk perkembangan balita, sedangkan untuk pertumbuhan balita tidak dilaksanakan. Padahal dengan pengukuran pertumbuhan ini, kasus stunting bisa didiagnosis, dan langsung mendapatkan tindak lanjut apabila terjadi keterlambatan pertumbuhan pada balita.
Dengan pentingnya kegiatan BKB, maka hal yang harus dilakukan adalah membentuk kader BKB. Dalam melakukan hal ini, ada beberapa permasalahan yang dihadapi untuk mengangkat kader baru. Seperti halnya, menjadi kader itu tanpa gaji harus ikhlas, tapi kebutuhan sosial yang lain juga semakin banyak ketika sudah masuk dalam sebuah organisasi. Selain itu, kader yang dulu pernah ada sudah sepuh dan tidak aktif lagi bahkan banyak yang sudah meninggal.
Kemudian, kader harus mampu memiliki pengetahuan yang lebih untuk memberikan penyuluhan keluarga balita, padahal hanya sedikit masyarakat yang mampu dan mau melakukan penyuluhan. Hal terpenting dalam melaksanakan kegiatan BKB adalah minimnya APE atau Alat Permainan Edukatif dan tidak adanya alat ukur pertumbuhan(Ezzy Gusty Amelia,;2018). Dari adanya permasalahan tersebut maka kegiatan BKB di Desa Tanjungsari belum bisa terlaksana sesuai aturan yang ada.
EVALUASI
Mobilisasi sumber daya masyarakat yang digerakkan dalam pembentukan kader BKB adalah ibu yang masih muda dan tidak bekerja secara formal (bisa membantu satu bulan sekali dalam kegiatan BKB) (Urip Tri Wijayanti;2018). Maka dari itu perangkat desa beserta pemangku kebijakan harus bisa membaca peluang. Bukan hanya merekrut orang-orang yang dekat dengan mereka. Melainkan orang-orang yang berkompeten dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Melihat realita bahwa kader BKB tidak mendapat upah. Tetapi ketika mendapatkan kader yang loyal dengan tujuan ingin berbagi informasi kepada para keluarga yang memiliki balita. Maka berbagai program BKB dapat terlaksana sebagaimana mestinya.
REKOMENDASI
Pemerintah seharusnya memberikan fee atau apresiasi kepada para kader BKB supaya mereka dapat bersemangat dalam bekerja. Anggaran gaji untuk BKB tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas kinerja para kader BKB. Selain itu program kerja BKB harus jelas dan diawasi secara berkesinambungan. Harus adanya data yang dapat dipertanggungjawabkan. Supaya kegiatan bukan hanya dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi tugas semata.