Esai

Peribahasa “Nyugokake Kayu Sempu”: Sejarah, Makna, dan Kontekstualisasi Era Modern

Ilustrasi Jagal Kayu Tulungagung

Distingsi.com – Peribahasa atau pepatah Jawa Nyugokake Kayu Sempu atau bermakna mencalonkan orang yang tidak mempunyai kemampuan menarik dikaji. Paribasan, bebasan, unen-unen, atau pepatah Jawa ini bermakna mendalam dan perlu ditelisik secara komprehentif dari sisi sejarah, makna dan kontekstualisasinya.

Pepatah Jawa “Nyugokake Kayu Sempu” adalah ungkapan yang mengandung pesan mendalam tentang pentingnya memilih pemimpin atau calon yang memiliki kemampuan dan kualifikasi yang sesuai. Dalam konteks pepatah ini, “nyugokake” berarti “mencalonkan” atau “mengusulkan”, “kayu” adalah “orang” atau “individu”, dan “sempu” merujuk pada “tidak memiliki kemampuan atau kualifikasi”.

Asal Usul dan Konteks Budaya
Pepatah ini berasal dari kearifan lokal Jawa yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam budaya Jawa, nilai-nilai seperti kebijaksanaan, kesederhanaan, dan keadilan sangat dihargai, termasuk dalam konteks pemilihan pemimpin atau calon. Pepatah ini menyoroti pentingnya memilih pemimpin yang kompeten dan berkualitas untuk keberlangsungan dan kemajuan suatu komunitas atau negara.

Makna dan Interpretasi
“Nyugokake Kayu Sempu” mengajarkan bahwa mencalonkan atau menempatkan seseorang yang tidak memiliki kemampuan atau kualifikasi yang sesuai untuk suatu posisi kepemimpinan atau tanggung jawab tertentu hanya akan menghasilkan hasil yang buruk atau tidak efektif. Dalam konteks politik, sosial, atau profesional, memilih pemimpin berdasarkan pertimbangan politik, hubungan pribadi, atau alasan lain yang tidak relevan dengan kemampuan atau kompetensi mereka dapat berdampak negatif pada kinerja dan hasil yang dihasilkan.

Pepatah yang kalau dalam Bahasa Indonesia bermakna “Mencalonkan orang yang tidak mempunyai kemampuan” mengandung pesan yang sangat relevan dalam konteks politik, sosial, dan profesional. Ungkapan ini menyoroti konsekuensi buruk dari menempatkan individu yang tidak berkualitas atau tidak memiliki kemampuan yang sesuai ke dalam posisi tanggung jawab atau kepemimpinan.

Dalam konteks politik, praktik ini sering kali terjadi dalam bentuk nepotisme, klienelisme, atau korupsi, di mana individu diberikan posisi penting atau kekuasaan hanya karena hubungan pribadi atau alasan lain yang tidak relevan dengan kemampuan atau kompetensi mereka. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas kepemimpinan, pengambilan keputusan yang buruk, dan kerugian bagi masyarakat secara keseluruhan.

Dalam lingkup profesional, memilih atau mempromosikan seseorang berdasarkan faktor-faktor selain kualifikasi dan kemampuan dapat merugikan produktivitas, kualitas, dan keberhasilan organisasi. Individu yang tidak mampu memenuhi tuntutan atau tanggung jawab yang diemban dapat menyebabkan kegagalan proyek atau inisiatif, serta menurunkan motivasi dan kinerja tim secara keseluruhan.

Pepatah ini mengingatkan kita akan pentingnya transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam proses pemilihan atau penunjukan individu ke posisi tanggung jawab atau kepemimpinan. Calon atau pemimpin yang dipilih harus dinilai berdasarkan kualifikasi, kemampuan, dan rekam jejak mereka, bukan hanya faktor-faktor lain yang tidak relevan.

Dengan memahami makna pepatah ini, kita diingatkan untuk selalu menuntut integritas dan kompetensi dalam proses pemilihan pemimpin atau penunjukan individu ke posisi tanggung jawab. Hanya dengan memilih individu yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang sesuai kita dapat mencapai hasil yang baik dan mendorong kemajuan yang berkelanjutan dalam masyarakat dan organisasi.

Pesan Moral
Pesan moral dari pepatah ini sangat jelas: pentingnya memilih pemimpin atau calon berdasarkan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawab yang diemban. Memilih pemimpin hanya berdasarkan faktor-faktor selain kemampuan dan kualifikasi dapat mengakibatkan masalah dan kerugian bagi masyarakat atau organisasi yang dipimpin. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mempertimbangkan dengan bijaksana calon pemimpin dan menuntut akuntabilitas dalam proses pemilihan.

Relevansi Zaman Modern
Pepatah “Nyugokake Kayu Sempu” memiliki relevansi yang kuat dalam konteks politik dan profesional modern di mana kadang-kadang praktik nepotisme, klienselisme, atau korupsi dapat mempengaruhi proses pemilihan pemimpin atau penunjukan orang-orang ke posisi strategis. Dengan memahami makna pepatah ini, kita diingatkan untuk selalu menilai calon pemimpin berdasarkan kualifikasi, integritas, dan rekam jejak mereka, bukan hanya faktor-faktor lain yang tidak relevan.

Pepatah Jawa “Nyugokake Kayu Sempu” mengandung pesan moral yang penting tentang pentingnya memilih pemimpin atau calon berdasarkan kemampuan dan kualifikasi yang sesuai. Dengan memahami makna pepatah ini, kita dapat memperkuat tuntutan akan transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam proses pemilihan pemimpin, sehingga dapat menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan mampu memimpin dengan baik untuk kepentingan bersama. (Dst33/esai)

admin
the authoradmin

Tinggalkan Balasan