Yogyakarta, DISTINGSI.com – Bertempat di Ruang Darwis SM Tower Maliobor Yogyakarta, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar FGD dalam rangka pengumpulan data riset bertajuk “Islamic Creative Philanthropy: Studi terhadap Praktik Filantropi Islam pada Komunitas Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Ahmadiyah, dan Syiah (MUNAS) di Indonesia” pada Selasa (21/5/2024).
Dalam sambutannya, Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN Dr. Aji Sofanudin mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan rangkaian penghimpunan data dalam riset “Islamic Creative Philanthropy: Studi terhadap Praktik Filantropi Islam pada Komunitas Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Ahmadiyah, dan Syiah (MUNAS) di Indonesia” yang dilakukan periset BRIN yaitu Muhammad Nur Prabowo Setyabudi, Aji Sofanudin, Hamidulloh Ibda (INISNU Temanggung), dan Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi (UGM). “Tujuan FGD ini untuk mengungkap kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh LAZISMU dan LAZISNU,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Divisi Riset dan Development LAZISMU PP Muhammadiyah Siti Rahmi BS menegaskan bahwa kekuatan filantropi yang kreatif adalah berangkat dari pengetahuan melalui critical thinking dan sumber daya yang dimiliki. Melalui materinya bertajuk “Implementasi Creative Philanthropy di Lazismu”, pihaknya mengatakan bahwa core bisnis dalam lembaga filantropi ada pada penghimpunan dan pendistribusian. “LAZISMU adalah organisasi organisasi filantropi yang basisnya adalah Ormas, berbeda dengan Dompet Dhuafa yang basisnya adalah corporate,” katanya.
Dengan kecirian lembaga filantropi yang berada di bawah naungan Ormas inilah, sejarah panjang filantropi Muhammadiyah tidak lepas dari filosofi Surat Al-Maun. “Tahun 2021-2022, LAZISMU Pusat melakukan riset dengan fokus keselarasan internal dan inovasi, menemukan temuan bahwa ideologi gerakan mewarnai amil bekerja. Ideologi LAZISMU melekat pada amil, dari budaya kerja, dan beberapa aspek lain. LAZISMU memiliki fondasi dari akar ideologi Muhammadiyah yang menjadi amil LAZISMU tetap bekerja yang sudah terkonfirmasi oleh riset,” katanya.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa LAZISMU memiliki lebih dari 35 kantor wilayah, 319 kantor daerah dan lebih dari 1300 kantor layanan. “LAZISMU bukan franchise, maka kekuatannya ada pada pengetahuan, sumber daya manusia, kemampuan berpikir kritis dan kreatif,” lanjutnya.
Meski zaman sudah serba digital, penghimpunan yang dilakukan oleh LAZISMU tidak bisa meninggalkan cara-cara konvensional. Oleh karena itu, cara-cara lama tetap dilakukan agar penghimpunan tetap berjalan.
Pihaknya mencontohkan pada Gen Z yang memiliki karakteristik dalam mendermakan ke LAZISMU atas nama kemanusiaan dan tren, mereka senang sekali dilibatkan. ”Isu lingkungan misalnya mencuat, mereka sangat antusias. Mereka merasa keren ketika mengikuti kegiatan tersebut,” paparnya.
Sementara untuk Generasi Milenial, menurutnya, mereka mendermakan atas nama dorongan transaksional. “Kerja-kerja ini menjadi bentuk inovasi dengan membaca zaman dan membaca segmen,” tandasnya.
Selain itu, pihaknya juga mencontohkan bentuk-bentuk bentuk-bentuk inovasi dalam penghimpunan, seperti Filantropi Cilik, Qurbanmu, Zakat/Infaq/Sedekah, CSR, dan kolaborasi publik figur.
Sementara itu, Ketua LAZISNU Provinsi DIY Mamba’ul Bahri mengatakan bahwa LAZISNU PWNU DI. Yogyakarta menjadi salah satu lembaganya PWNU DIY dari 18 lembaga di PWNU DIY, dan 5 Badan Otonom. “Beberapa program yaitu NU Care Berdaya, NU Care Sehat, NU Care Cerdas, NU Care Damai, dan NU Care Sehat,” katanya.
Dijelaskanya, bahwa LAZISNU di DIY di tingkat MWC NU ada 78. “Pergantian kepengurusan menjadi kendala lembaga filantrofi yang basisnya adalah Ormas, yang berbeda dengan Dompet Dhufa, misalnya, yang basisnya adalah corporate,” lanjutnya.
Dalam menjalankan kegiatannya, LAZISNU didukung kebijakan mutu manajemen di LAZISNU adalah MANTAB yaitu akronim dari Modern, Akuntabel, Transparan, Amanah, dan Profesional.
Menurut dia, LAZISNU telah mengarahkan pendistribusian zakat yang awalnya hanya konsumtif, namun untuk kegiatan-kegiatan produktif.
Metode fundraising yang dilakukan LAZISNU di antaranya datang langsung via kantor, GO-ZIS, proposal, event, Koin NU, dan kerjasama.
Program Koin NU terlah merambah ke beragama bidang, menurutnya sudah dilakukan di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. “Kalau di bidang sosial ada Santunan Dhuafa, Santunan lansia, santunan, disabilitas, santunan yatim piatu, bantuan korban bencana,” paparnya.
Dilanjutnnya, bahwa Kotak Infak (Koin) NU sedang merancang Koin NU Digital yang bisa diakses oleh siapapun, dan di mana pun yang tidak terbatas territorial.
LAZISNU PWNU DIY memiliki 69-unit Ambulan NU, tahun 2023 telah melakukan 7.388 layanan. Di sisi lain, LAZISNU DIY menginisiasi budidaya kambing untuk pemenuhan “sate klatak” sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). “LAZISNU DIY juga menginisasi Kampung Nusantara untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem,” beber dia.
Dikatannya, lembaga zakat hanya menjadi jembatan antara orang kaya berkecupan dan berkelebihan dengan orang miskin kekurangan. Sebagai amil harus cerdas, tidak hanya soal manajemen dan struktur, namun harus kreatif menghadapi sesuatu, problem di lapangan. “Saya memandang sebagai amil, melihat seseorang hanya dua, kalau tidak mustahik dan muzakki, maka ini harus ditangkap oleh lembaga zakat,” papar dia.
Selain narasumber utama, hadir perwakilan dari LAZISMU DIY, BMT UMY, LAZISMU Umbulharjo, LAZISMU Gunungkidul, BMT Artha Amanah Sanden, akademisi Universitas Cokroaminoto Yogyakarta dan UAD. (DST33/hi/daerah).