Artikel

Ragam Nilai dalam Tradisi Wiwitan

Tradisi Wiwit Mbako di Lereng Gunung Sumbing. (Foto: mediacenter.temanggungkab.go.id).

Oleh Khamim Saifuddin

Dosen dan Wakil Rektor II Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung

Di Indonesia tradisi pertanian “Wiwitan” bukanlah hal yang baru. Secara harfiah berarti mulai, memulai, mulai mengerjakan, atau yang paling dahulu. Tradisi wiwitan memiliki ragam cara dan warna, bahkan di tanah Jawapun terdapat perbedaan yang mencolok antar daerahnya. Bagi Masyarakat yang memiliki kecenderungan ke ajaran Budha atau Hindu, unsur sesajen dan sejenisnya lebih kental dalam tradisi ini. Namun demikian dalam masyarakat yang sudah bercorak Islam, kebanyakan ajaran-ajaran islam seperti shodaqoh dan pembacaan ayat Alquran menghiasi tradisi ini. Tentunya tujuan akhirnya sama yaitu ungkapan rasa Syukur kepada sang pencipta.

Tradisi wiwitan dilakukan sebelum memulai masa panen hasil pertanian sebagai ungkapan rasa syukur petani atas hasil panennya. Banyak value yang terkandung dalam wiwitan. Penulis menganalisis beberapa nilai yang terkandung dalam tradisi itu yaitu pertama, nilai teoritik, realitas dilapangan tradisi wiwitan bagi masyarakat khususnya generasi muda merupakan hal yang aneh dan terkesan ketinggalan zaman. Mereka lupa bahwa banyak filosifi kehidupan yang terkandung didalam tradisi ini, untuk itu sudah menjadi keharusan bagi kita untuk senantiasa melestarikan kebudayaan nenek moyang yang baik dan sarat dengan keluhuran.

Kedua, nilai estetik, kehidupan manusia akan semakin cantik manakala hubungan antar sesama terjalin dengan baik. Praktik tradisi wiwitan sebagai ikhtiar membangun kebersamaan dapat terlihat budaya saling mengunjungi (silaturrahmi) dan shodaqoh. Lantaran hal tersebut keharmonisan masyarakat akan terwujud dengan sendirinya.

Ketiga, nilai ekonomi-politik, kebijakan pemangku daerah dalam mempertahankan tradisi wiwitan dapat mendongkrak popularitas pemimpin wilayah. Keberfihakan pemimpin terhadap kondisi budaya akan memberikan efek positif ditengah Masyarakat. Dengan kerukunan akan menstabilkan kondisi politik dan ekonomi Masyarakat. Bagaimana tidak praktik shodaqoh makanan secara otomatis akan meningkatkan daya beli dan transaksi komoditi di pasar. Maka dari itu peran pemerintah dapat mendukung tradisi apapun yang dimiliki oleh masyarakat akan berdampak pada kelestarian dan perkembangan social Masyarakat kearah yang lebih baik.

Keempat, nilai social, manusia merupakan makhluk social. Manusia tidak bisa hidup sendiri melainkan saling bergantung satu sama lain karena itu manusia memerlukan bantuan dan kemunikasi dengan lainnya. Dengan sebutan ini nilai-nilai sosial yang begitu banyak di masyarakat perlu untuk ditingkatkan. Salah satunya merukunkan antar petani dan keluarga petani beserta stakeholder lainnya sehingga dalam produksi selanjutnya tidak akan terjadi nuansa persaingan yang memicu terputusnya hubungan antar petani.

Dalam mengeksplorasi tradisi wiwitan, sebuah keajaiban budaya yang melampaui sekadar ritual pagi tanpa makna. Perpaduan sempurna antara alam, kearifan lokal, serta keterlibatan manusia menjadi jendela kekayaan budaya Indonesia yang tak ternilai. Pemahaman mendalam akan tersaji antara keindahan dalam kesederhanaan. Wiwitan menciptakan kesadaran akan pentingnya melestarikan lingkungan dan menjalin kembali hubungan yang lebih dalam dengan alam. Keberlanjutan tradisi dalam dunia yang terus berubah dengan cepat menjadi semakin penting. Generasi masa kini dan mendatang perlu melibatkan diri secara aktif dalam melestarikan dan meneruskan tradisi yang memancarkan kearifan lokal yang tulus.

Kekuatan budaya untuk mensinergikan masa lalu, kini, dan akan depan dalam upaya memahami dan menghargai warisan budaya menjadi symbol-simbol kesederhaan dan kehambaan manusia kepada sang pencipta. Keseimbangan dan keberlanjutan dunia di tengah gempuran modernitas dan serba cepat menjadi penting dengan meghadirkan nilai-nilai lokal, kebijaksanaan warisan, dan kenikmatan dalam momen-momen yang paling sederhana.

admin
the authoradmin

Tinggalkan Balasan