Artikel

Relevansi Ideologi Ibnu Khaldun Dengan Pendidikan di Indonesia

Judul:Pemikiran Ibnu Khaldun(Pragmatis-Instrumental) Tentang Pendidikan Dan Relevansinya Dengan Dunia Modern

Jurnal: Jurnal Pendidikan

Penulis: Sholeh Kurniandini,Muchammad Iqbal Chailani, dan Abdul Wahab Fahrub

Akreditasi: 

Url: http://journal.univetbantara.ac.id/index.php/jp/article/view/2864

DESKRIPSI

Ibnu Khaldun ialah seorang yang sedari kecil haus akan ilmu pengetahuan, ia tak pernah puas dengan ilmu yang pernah ia peroleh, sehingga ia punya banyak guru. Ibnu Khaldun mempunyai nama lengkap Abdullah Abdurrahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun. Ia dilahirkan di Tunisia pada bulan Ramadhan 732 H/1332 M dari keluarga ilmuwan dan terhormat yang telah berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan pemerintahan. Suatu jabatan yang jarang dijumpai dan mampu diraih orang pada masa itu. Sebelum menyeberang ke Afrika, keluarganya adalah para pemimpin politik di Moorish (Spanyol) selama beberapa abad. Dengan latar belakang keluarganya yang demikian, Ibnu Khaldun memperoleh dua orientasi yang kuat. Pertama, cinta belajar dan ilmu pengetahuan. Kedua, cinta jabatan dan pangkat. 

Menurut H. Ramayulis dan Samsul Nizar, kedua factor tersebut sangat menentukan dalam perkembangan pemikirannya. Ayahnya bernama Abu Abdullah Muhammad. Ia berkecimpung dalam bidang politik, kemudian mengundurkan diri dari bidang politik serta menekuni ilmu pengetahuan dan kesufian. Ia ahli dalam bahasa dan sastra Arab. Ia meninggal pada 794 H/1384 M akibat wabah pes yang melanda Afrika Utara dengan meninggalkan lima orang anak. Ketika ayahnya meninggal, Ibnu Khaldun berusia 18 tahun. Selanjutnya pada 1362 Ibnu Khaldun menyeberang ke Spanyol dan bekerja pada Raja Granada. Di Granada, ia menjadi utusan raja untuk berunding dengan Pedro (Raja Granada) dan Raja Castilla di Sevilla. 

Karena kecakapannya yang luar biasa, ia ditawari pula bekerja oleh penguasa Kristen saat itu. Sebagai imbalannya, tanah-tanah bekas milik keluarganya dikembalikan kepadanya. Akan tetapi, dari tawaran-tawaran yang ada, ia akhirnya memilih tawaran untuk bekerjasama dengan Raja Granada. Ke Sanalah ia memboyong keluarganya dari Afrika. Ia tidak lama tinggal di Granada. Ia selanjutnya kembali ke Afrika dan diangkat menjadi perdana menteri Sultan Aljazair. Ketika antara tahun 1362-1375 terjadi pergolakan politik, Ibnu Khaldun terpaksa mengembara ke Maroko Spanyol.(Syamsul Kurniawan,2013:100) 

INTERPRETASI

 Ibnu Khaldun sebagai salah seorang tokoh intelektual Islam yang dikenal hingga hari ini-selain dari perannya yang besar dalam pentas politik pada masanya dan aktivitas mengajarnya di beberapa madrasah-adalah karena beliau memiliki dan mewariskan karya intelektualnya. Karya monumentalnya yang tetap menarik untuk dibaca dan diteliti adalah Kitab Al-‘Ibar wa Diwan Al-Mubtada’ wa Al-Khabar fi Ayyam Al-Arb wa Al-‘Ajam wa Al-Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawi Al-Sulthan Al-Akbar (kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal usul dan peristiwa hari-hari Arab, Persi, Barbar dan orang-orang yang se zaman dengan mereka yang memiliki kekuasaan besar), atau disebut dengan singkatan Al-‘Ibar saja. Kitab Al-‘Ibar ini ditulis oleh Ibnu Khaldun lebih kurang selama empat tahun, yaitu dari akhir 776 H (1374 M) hingga selesai akhir 780 H (1378 M). Kitab Al-‘Ibar terdiri dari tujuh jilid; jilid pertamanya dikenal dengan nama kitab Muqaddimah yang berisikan pembahasan tentang gejala-gejala social. Sedangkan enam jilid lainnya berisi sejarah dan alam semesta. Namun di kemudian hari, kitab Muqaddimah ini menjadi kitab yang lebih dikenal dan acapkali menjadi objek penelitian oleh para ilmuwan pada masa-masa sesudahnya (Muhammad Kosim,2012:32). 

Pemikiran Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun adalah ulama yang memiliki pandangan dalam bidang pendidikan lebih banyak bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikatif praktis. baginya tujuan pendidikan adam untuk mengembangkan kemahiran, penguasaan keterampilan profesional  pembinaan pemikiran yang baik(Maragustam, 2014:179). Pemikirannya mengenai pendidikan Islam actual dan relevan dan selalu dapat diterapkan dalam kehidupan modern khususnya di Indonesia. 

Untuk mengetahui corak pemikiran Ibnu Khaldun kita tidak akan pernah lepas dari aspek historis yang melingkupinya, dan yang jelas pemikiran Ibnu Khaldun tidak bisa lepas dari akar pemikiran Islamnya. Menurut M. Iqbal bahwa seluruh semangat Muqaddimah Ibnu Khaldun adalah manifestasi pemikiran Ibnu Khaldun yang diilhami dari Al-Quran dan Hadits(Abu Muhammad Iqbal, 2015:526). 

Relevansi pendidikan Ibnu Khaldun di dunia pendidikan antara lain:

  1.  Pandangan terhadap Hakikat Manusia dan relevansinya

 Ibnu Khaldun memandang manusia mempunyai kesamaan dengan semua makhluk hidup dalam sifat kemakhlukannya, seperti perasaan, bergerak, makan, bertempat tingal dan lainnya. Namun manusia berbeda dengan makhluk hidup lainnya karena kemampuannya berpikir yang memberikan petunjuk kepadanya, mendapatkan mata pencaharian, bekerja sama dengan antar sesamanya, berkumpul dalam rangka untuk bekerja sama, menerima dan menjalankan ajaran yang dibawa para nabi dari Allah SWT, serta mengikuti jalan kebaikan yang membawanya menuju alam akhirat. Manusia selalu berpikir dalam semua ini, dan tidak pernah terlepas dari berpikir sama sekali. Bahkan getaran pemikiran lebih cepat dibandingkan kedipan mata. Lewat kegiatan berpikir ini lah akan tumbuh berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian (Ibnu Khaldun, 2011:742).

  1. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa kepribadian manusia terdiri dari dimensi jasmani dan rohani (akal, kalb dan nafs) (Maragustam,2012:62)
  2. Ibnu Khaldun juga memandang bahwa manusia sebagai khalifatullah fil ard. Pandangan ini juga relevan dengan pandangan Sisdiknas tentang manusia, yang di dalam tujuan tersebut disebutkan bahwa peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bertanggung jawab.
  3.  Ibnu Khaldun memandang bahwa manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Konsep ini juga relevan dengan konsep manusia dalam Sisdiknas

EVALUASI

Pemikiran Ibnu Khaldun memberi sumbangsih banyak dunia pendidikan. Ibnu Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang utuh terdiri dari dimensi jasad dan rohani (akal, kalb dan nafs), memiliki tugas sebagai khalifatullah fil ard dan bertanggung jawab dalam membentuk masyarakat yang berperadaban maju. Inilah gambaran “manusia yang ideal” dalam pandangan Ibnu Khaldun. Pandangan Ibnu Khaldun tersebut tampaknya memiliki relevansi dengan pandangan pendidikan Islam yang berkembang di Indonesia. “Manusia yang ideal” dalam pandangan Sisdiknas ini ialah manusia yang memiliki integritas kepribadian yang,setidaknya, terdiri dari 9 kriteria, yaitu: 1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) berakhlak mulia, 3) sehat, 4) berilmu, 5) cakap, 6)kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, dan 9) bertanggungjawab.

REKOMENDASI

Kualifikasi ilmu yang dirumuskan Ibnu Khaldun terjadi pula dan dapat diimplementasikan di Indonesia. Secara garis besar Ibnu Khaldun dibagi menjadi dua bentuk yakni al-ulum an-naqliyah dan al-ulum al-aqliyah, sedangkan pola pendidikan di Indonesia yakni agama dan ilmu umum. Pemikiran Ibnu Khaldun bukan hanya bisa dikaji dalam lingkup pendidikan, melainkan dalam berbagai hal lainnya.

Anisa Rachma Agustina

Tinggalkan Balasan