Artikel

Takmir Masjid NU dan Perannya Menangkal Radikalisme

Judul: Strategi Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM NU) Temanggung dalam Mencegah Radikalisme Agama

Jurnal: el-Buhuth

Penulis: Hamidulloh Ibda, Khamim Saifuddin

Akreditasi: Url: http://journal.uinsi.ac.id/index.php/el-Buhuth/article/view/1604

DESKRIPSI

Maraknya para kelompok radikal yang mengadakan kajian dan doktrinasi kepada kader dalam sebuah masjid. Membuat Takmir masjid Nahdlatul Ulama mengambil langkah strategis untuk dapat mencegahnya. Masjid yang seyogyanya menjadi tempat ibadah justru dijadikan praktik penyebaran paham radikal pada jamaahnya.  Padahal, masjid menjadi tempat ibadah umat Islam yang harusnya menyebarkan Islam rahmatallilamin yang mengutamakan toleransi, moderasi, perdamaian tanpa memandang suku, agama, ras, dan warna kulit. Akan tetapi, fakta sosial berkata lain karena puluhan masjid di Nusantara ini kini dalam bayang-bayang radikalisme, baik itu sudah masuk ke dalam wilayah fikrah (pemikiran), aqidah (keyakinan), harakah (gerakan), maupun amaliyah (praktik ibadah ritual). 

Jika ditelaah lebih dalam, masjid radikal yang dirillis BIN tidak secara keseluruhan masjidnya, melainkan hanya ustaz yang ceramah dan muatan dakwahnya yang cenderung radikal. BIN menjelaskan, ada 50-an penceramah masuk dalam kategori radikal berdasarkan isi ceramahnya. Seperti contoh kebiasaan para penceramah mengutip ayat-ayat perang dan menyuarakan mendukung ISIS. Selain itu, P3M menemukan khotbah bermuatan radikal, ujaran kebencian, dan intoleransi dilakukan di masjid-masjid tersebut. Dari 41 masjid itu, secara lebih rinci survei P3M menemukan 17 masjid berada dalam kategori radikal tinggi, 17 dalam kategori radikal sedang, dan 7 masjid di kategori radikal rendah. ( Felix Nathaniel, 2018)

Masjid merupakan bagian terpenting dalam integral dari kehidupan sosial, spiritual serta kulture umat Islam. Maka dari itu harus adanya pendampingan kepada para takmir masjid, supaya masjid yang menjadi tempat dan rumah ibadah tidak berganti tupoksi menjadi penyebaran paham radikal. Mengembalikan masjid sehingga jamaah dapat beribadah dengan nyaman.

Dalam realitasnya, tidak semua masjid dapat memaksimalkan peran dan fungsinya melalui penataan manajemen yang bagus, namun masih sibuk mengurusi masalah radikalisme agama karena menjadi ancaman sosial sekaligus religius. Salah satunya di Kabupaten Temanggung, di sini Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM NU) Temanggung belum fokus memaksimalkan fungsi masjid di bidang sosial dan ekonomi, namun masih mengatur manajemen masjid untuk memberantas radikalisme agama.

Salah satu Kabupaten yang menjadi sorotan karena potensi rawan terjadi tindak terorisme adalah Kabupaten Temanggung. berita yang menyatakan Tim Densus 88 Antiteror menangkap remaja berinisial SDM, warga Dusun Braman, Desa Jambon, Kecamatan Gemawang, Temanggung. Ia diduga akan menusuk polisi di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Sabtu 12 Mei 2018 bersama SNA, warga Ciamis, Jawa Barat di Mako Brimob. Penangkapan mereka erat kaitannya dengan perilaku radikal. Sebab, selain bercadar, mereka hendak membantu para narapidana terorisme dengan menyerang polisi yang akhirnya berhasil digagalkan. (Rahmawati, 2019)

Berbagai problem yang membawa nama Temanggung khususnya dalam bidang radikalisme. Membuat LTM NU atau Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama melaksanakan pendekatan untuk mencegah terjadinya radiklaisme agama, khususnya dalam lingkup masjid. Dari hasil wawancara terdapat beberapa potensi radikalisme di Temanggung antara lain: Pertama, adanya tawaran kajian dari kelompok Islam radikal di masjid-masjid di bawah naungan LTM NU Temanggung. Kedua, adanya kelompok Islam radikal yang ingin menguasai masjid. Modusnya, mereka ingin bahkan memaksa masuk ke dalam struktur takmir masjid di wilayah Temanggung. 

Ketiga, penyebaran ustaz-ustaz dari kelompok Islam radikal untuk mengisi ceramah atau khotbah Jumat di masjid-masjid. Keempat, pemberian dana besar-besaran untuk masjid dari kelompok Islam radikal yang berasal dari Timur Tengah kepada masjid-masjid di wilayah Temanggung. Tujuannya, mereka membantu masjid namun pada akhirnya ingin menguasai masjid. Kelima, penyebaran majalah, buletin, pamplet yang berisi ajaran Islam radikal di masjid-masjid Temanggung. Keenam, adanya gerakan dan program “bersih masjid” yang ditawarkan kepada masjid-masjid dari kelompok Islam radikal. 

INTERPRETASI

Berbagai problematika yang ada membuat LTM NU Temanggung mengambil beberapa langkah untuk dapat ikut mencegah penyebaran radikalisme agama dengan melaksanakan penguatan manajemen takmir masjid yang mengacu pada ajaran Islam Aswaja Annahdliyah Manajemen yang dimaksud di sini merupakan manajemen masjid yang dianut, dikonsep, dan dikembangkan LTM NU Temanggung yang mengaju pada ajaran-ajaran moderat, toleran, cinta NKRI dan mendukung nasionalisme.

Dalam rangka mencegah radikalisme agama di masjid, LTM NU Temanggung memiliki berbagai program jangka panjang dan pendek. Program ini ditujukan untuk masjid yang sudah tergabung di LTM NU atau yang akan bergabung. Mereka diwajibkan melakukan program yang sudah ditetapkan dalam mencegah masuknya radikalisme agama di masjid. (Hamidulloh Ibda, 2019)

Adapun strategi yang diambil yaitu:  Pertama, penguatan manajemen takmir masjid dengan mengacu nilai-nilai Islam Aswaja Annahdliyah, baik dari aspek ibadah maupun sosial keagamaan dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sampai evaluasi. Kedua, revitalisasi manajemen dari aspek idarah, imarah, dan ri’ayah dengan mengacu materi Aswaja Annahdliyah dalam segala hal. 

Ketiga, restrukturisasi kepengurusan masjid. Dengan banyaknya masjid yang terindikasi menjadi sarang penyebaran faham radikal, memaksa takmir masjid mengadakan restrukturisasi kepengurusannya. Tujuannya sebagai upaya menyegarkan paradigma manajemen pengelolaan kekinian. Penguatan Sumber Daya  Manusia (SDM) menjadi penting dilakukan karena kunci pokok keberadaannya. 

Keempat, menggerakkan semangat tokoh agama untuk memberikan bahan kajian keislaman yang moderat. Hal itu didasarkan karena pesatnya perkembangan teknologi menjadikan semangat untuk mengkaji keberadaan kitab kuning/klasik yang mengalami penurunan drastis. Kelima, gerakan “koin NU” di masjid-masjid NU Temanggung. Pasalnya, keterbatasan keuangan menjadi salah satu kendala di lapangan bagi masjid-masjid milik warga nahdliyin untuk melakukan kegiatan

Keenam, pendampingan secara masif baik ketika ada masalah maupun tidak. Kasus di Desa Bonjor, Tretep, Temanggung menjadi satu contoh pendampingan masalah yang terjadi. Permasalahan yang berasal dari kepentingan ego personal menyebabkan kondisi masjid setempat terbengkalai. Ketujuh, membangun jejaring lintas Badan Otonom (Banom) dan lembaga di bawah NU. Membangun jejaring kerjasama oleh takmir masjid dan jemaah merupakan upaya penting sebagai bentuk penguatan lembaga berbasis sumberdaya sosial.

Kedelapan, gerakan bersih masjid dengan Banom dan Lembaga NU. Relasi antara LTM NU dengan lintas sektoral telah dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, seperti kegiatan bersih-bersih masjid. Kesembilan, identifikasi ustaz/kiai lokal yang menjadi penceramah / orang yang khutbah di masjid. Mereka dibekali materi-materi kekinian yang tetap memegang teguh Islam moderat dengan memanfaatkan teknologi seperti website dan Youtube, serta media sosial lainnya. 

EVALUASI

Dari beberapa strategi yang dilaksanakan penulis menemukan beberapa tantangan dalam antara lain:  rendahnya pemahaman tentang tata keorganisasian takmir masjid menjadi masalah serius untuk diselesaikan secara cepat dan tepat, terbatasnya pengetahuan agama yang dimiliki pengelola masjid menjadi kendala selanjutnya. belum terstrukturnya ajaran Aswaja An Nahdliyah melalui masjid. Dalam banyak forum NU, masih banyak muncul kesan bahwa pola kajian yang dilakukan para pemuka NU lebih mengedepankan ajaran keakhiratan semata, masifnya tawaran kegiatan Islam radikal di masjid-masjid NU. Hal ini menjadikan LTM NU mendesain terobosan yang inovatif baik konten maupun media kampanye. kuatnya doktrin tentang strategi penguasaan masjid dari kelompok radikal. Keenam, penyusupan oknum/personal organisasi Islam radikal dalam takmir masjid. Ketujuh, kuatnya pendanaan dari luar negeri terhadap pembangunan masjid.

REKOMENDASI

Dalam mencegah radikalisme berbagai pihak harus ikut berkontribusi, ketika berbagai strategi sudah dilaksanakan oleh takmir masjid. Masyarakat juga harus cermat dalam menyikapi hal ini. Tidak memakan mentah-mentah setiap berita serta punya pemahaman yang kuat mengenai akidah Islam. Hal ini yang akan menjadi benteng paham radikalisme masuk dan melebarkan sayapnya.

Anisa Rachma Agustina

Tinggalkan Balasan