Artikel

Tradisi Arwah Jamak, Mengirim Doa kepada Leluhur yang Sudah Meninggal Dunia

DISTINGSI.com – Tradisi Arwah Jamak merupakan suatu praktik yang umum dijumpai di berbagai budaya di seluruh dunia utamanya dalam konteks ini adalah di Indonesia yang sudah dipraktikkan sejak zaman Walisongo. Di Kabupaten Demak, tradisi arwah jamak dimulai sejak zaman Kanjeng Sunan Kalijaga.

Tradisi ini melibatkan penghormatan dan pengabdian kepada leluhur yang sudah meninggal dunia. Salah satu aspek penting dari tradisi ini adalah pengiriman doa kepada leluhur yang telah berpulang.

Sejarah dan Asal Usul Arwah Jamak
Penelusuran redaksi distingsi.com, tradisi Arwah Jamak memiliki akar yang dalam dalam kepercayaan dan budaya masyarakat. Meskipun setiap budaya memiliki nuansa dan praktik yang berbeda, inti dari tradisi ini sering kali sama, yaitu menghormati leluhur dan mendoakan mereka.

Di Nusantara, utamanya di daerah Jawa, tradisi ini berkembang sejak zaman Walisongo yang mengintegrasikan dakwah Islam sesuai kebudayaan masyarakat yang dulu kental dengan ajaran Hindu dan Buddha. Walisongo tidak membubarkan tradisi kumpul-kumpul dan makan-makannya, namun diganti dengan kumpul-kumpul namun diisi dengan membaca Alquran, doa-doa Islami, tahlilan, membaca tahmid, takbir, istigfar dan kalimat tayiban yang lain dalam rangka mendoakan para leluhur dan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.

Makna dan Tujuan Arwah Jamak
Pengiriman doa kepada leluhur merupakan cara bagi keturunan untuk menghormati dan mengenang mereka yang telah meninggalkan dunia ini. Temuan kajian redaksi distingsi.com, tujuannya tidak hanya untuk memperingati mereka, tetapi juga untuk mempererat hubungan antara dunia roh dan dunia manusia. Tujuan utamanya jelas sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.

Tradisi ini berkembang dengan pembacaan Alquran 30 juzz bilghaib (hafalan) dan binnazar (dengan dibaca tanpa hafalan). Tujuannya jelas sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan ngalap berkah dari Alquran agar pahalanya bermanfaat bagi yang sudah meninggal dunia atau bagi yang masih hidup.

Pelaksanaan tradisi ini dapat bervariasi bergantung pada budaya dan keyakinan masyarakat setempat. Beberapa mungkin mengadakan ritual khusus, seperti upacara persembahan atau ziarah ke makam leluhur, sementara yang lainnya mungkin memilih untuk mengirimkan doa melalui ibadah atau meditasi.

Di Jawa, biasanya dilaksanakan setiap Kamis malam Jumat, setiap menjelang Ramadan, saat Ramadan dan Nuzulul Quran, dan atau saat Lebaran Idulfitri.

Pentingnya Tradisi Arwah Jamak
Tradisi Arwah Jamak memiliki peran yang penting dalam menjaga warisan budaya dan spiritualitas suatu masyarakat. Melalui penghormatan terhadap leluhur, generasi muda dapat terhubung dengan akar mereka dan memahami nilai-nilai yang diwariskan oleh para pendahulu.

Tradisi Arwah Jamak adalah bagian yang penting dari keberagaman budaya di seluruh dunia. Dengan memahami dan menghargai praktik ini, kita dapat memperkuat ikatan dengan leluhur kita dan meneruskan warisan mereka ke generasi mendatang.

Hikmah Tradisi Arwah Jamak
Tradisi Arwah Jamak adalah praktik yang dilakukan oleh masyarakat Melayu yang beragama Islam di Indonesia, Malaysia dan lainnya. Ini adalah sebuah tradisi yang diwarisi dari nenek moyang mereka. “Arwah” adalah istilah untuk roh atau jiwa yang telah meninggalkan dunia ini, sedangkan “Jamak” mengacu pada pengumpulan beberapa arwah yang meninggal pada tahun yang sama. Tradisi ini biasanya terjadi setahun sekali pada bulan Ramadan atau bulan Syawal.

Ada beberapa hikmah yang terkandung dalam tradisi Arwah Jamak ini menurut Dr. Hamidulloh Ibda Wakil Rektor Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung. Pertama, melanjutkan misi Nabi Muhammad SAW yaitu melestarikan agama Islam sebagai rahmat bagi semua alam termasuk kepada para leluhur. Kedua, melanjutkan tradisi Islam yang sudah dipraktikkan oleh Walisongo sejak dulu di Indonesia.

Ketiga, mencerminkan rasa hormat dan penghormatan terhadap arwah leluhur dan orang-orang yang telah meninggal. Keempat, tradisi ini memperkuat hubungan sosial dalam masyarakat, karena orang-orang berkumpul untuk mengingat dan mendoakan arwah bersama-sama. Kelima, melalui ritual ini, generasi muda dapat belajar dan memahami nilai-nilai keagamaan dan tradisional dari para pendahulu mereka. Keenam, bukti birrul walidain bagi kedua orang tua yang sudah meninggal dunia. (Dst33).

admin
the authoradmin

Tinggalkan Balasan