Cerpen

Benang Merah di Ladang Padi

Benang Merah di Ladang Padi

Oleh : Indah Kurnia Sari

Matahari baru saja merangkak naik di ufuk timur, menyiramkan cahaya keemasan ke hamparan padi yang mulai menguning. Di tengah ladang itu, Sari berjalan perlahan, menelusuri pematang sempit dengan hati-hati. Di tangannya, ia menggenggam segulung benang merah yang diwariskan dari neneknya.

Setiap musim panen, Sari selalu melakukan ritual kecil ini. Ia akan membentangkan benang merah di antara rumpun-rumpun padi yang paling subur. Kata nenek, benang itu bukan sekadar pengikat, melainkan simbol harapan dan doa agar hasil panen melimpah, serta keluarga tetap rukun. Tradisi itu telah berlangsung turun-temurun di desanya, meski tak semua anak muda lagi percaya.

Sari berhenti di tengah ladang, napasnya terengah oleh embun pagi yang masih menempel di dedaunan. Ia menancapkan ujung benang pada sebatang bambu kecil, lalu berjalan perlahan, membentangkannya di antara rumpun padi. Setiap langkah, ia mengucap doa dalam hati, mengenang cerita nenek tentang “benang merah” yang menghubungkan manusia dengan alam dan leluhur.

Tiba-tiba, suara tawa anak-anak memecah keheningan. Beberapa bocah berlarian di pematang, membawa layang-layang kertas warna-warni. Sari tersenyum melihat mereka, teringat masa kecilnya dulu. Ia pernah seperti mereka, berlari di bawah langit biru, menantang angin sambil berharap layang-layangnya terbang paling tinggi.

Sari kembali pada benangnya. Ia melihat, di ujung sana, Ayah sedang memeriksa batang padi. Wajah ayah tampak letih, namun matanya berbinar penuh harap. Musim ini, hujan datang terlambat, membuat petani desa cemas. Tapi Sari percaya, benang merah dan doa-doa yang ia rajut setiap pagi akan membawa berkah.

Ketika seluruh benang terulur, Sari duduk di pematang, memandang hamparan padi yang bergoyang ditiup angin. Ia merasakan kehangatan aneh di dadanya, seolah-olah ada tangan lembut nenek yang menepuk bahunya. Ia tahu, benang merah itu bukan sekadar tradisi, melainkan pengingat akan keterhubungan mereka—antara manusia, alam, dan sejarah keluarga.

Hari beranjak siang. Sari membantu Ayah memotong batang padi yang sudah menguning. Tangan mereka bergerak cekatan, namun hati Sari selalu kembali pada benang merah yang membentang di antara rumpun padi. Ia yakin, selama benang itu terjaga, harapan dan doa akan terus mengalir, mengikat keluarganya dalam kebersamaan dan cinta.

Di ujung hari, ketika matahari mulai condong ke barat, Sari menatap ladang yang kini penuh tumpukan padi. Ia tersenyum, lalu menggulung kembali benang merahnya. Ia tahu, benang itu akan ia simpan baik-baik, untuk kembali dibentangkan musim depan, sebagai penanda bahwa harapan, cinta, dan tradisi tak pernah putus di ladang padi desanya.

Tinggalkan Balasan

Exit mobile version